I'm reading so many articles about hippie shit lately. Stuck myself up in lonerwolf.com and webmd.com in order of somehow finding an answer. And the answer is, there's no answer. I'm in a verge of something huge, there's a major movement inside of my head I don't know what.
Maybe it's the final stage of my quarter life crisis.
Karenanya ketika dengan sombongnya saya menyebutkan there's so many shits I've done in my 23, saya sepenuhnya salah. Ada jutaan kemungkinan kejadian yang mempengaruhi perspektif saya yang akan terjadi setelah ini karenanya adalah sombong jika saya menyatakan saya sudah selesai.
Yang membuat saya sedikit lebih beruntung adalah, saya menghabiskan masa remaja dengan mengenal konsep konsep. Sedikit banyak saya tau teori tentang bagaimana semestinya bersikap dan beremosi, bagaimana bertoleransi dan menahan diri. Ground base yang tidak perlu saya cari cari lagi di usia sekarang, teori yang perlahan diterapkan dan hasil yang paling saya rasakan adalah: sesulit apapun sebuah kejadian, saya bisa melewatinya tanpa amarah dan dendam.
Saya lemah untuk urusan rasa, tapi bukan berarti saya tidak tahu bagaimana cara memanusiakan manusia. Menghargai harga dirinya, egonya, logika logikanya. Kejadian terakhir memang cukup menguras emosi, utamanya hormon kortisol tapi toh tidak memakan waktu lama untuk dicerna. Tiga minggu berselang dan saya sudah kembali seperti biasa, saya tidak sedahsyat itu diguncang kesedihan.
Ini menjadi menarik dan segera saya bawa dalam diskusi kami. Ia tertawa dan menjelaskan betapa ia bangga dengan saya sekarang. kejadian kejadian hidup yang saya kira tidak ada hikmahnya ternyata berpengaruh banyak dalam kemampuan saya mengendalikan emosi dan diri sendiri.
"Dilihat dari sudut pandang manapun kamu sudah diperlakukan sejahat itu, tapi kamu memutuskan untuk melakukan hal yang bahkan akupun ga tau apakah aku bisa atau engga. Kamu memaafkan dan merelakan, itu yang menjadikanmu akhirnya dewasa"
Saya ingat hari hari di mana saya sedemikian sedihnya sampai mata terasa mau copot gara gara menangis. Saya ingat hari di mana saya berkendara sedemikian pelan di jam 2 malam dengan pikiran kosong dan menangis dan menangis sambil mendengarkan lagu. Hal hal yang kalau saya ingat ingat sangatlah memalukan tapi kemudian saya justru bangga dengan hal itu. Saya ternyata masih sesosok manusia yang berfungsi secara mental. Lama sekali saya tidak beremosi sekuat ini dan rasanya entah bagaimana, senang saja. I'm still capable to fall in love and do so many stupid things driven by that emotion.
Soal jawaban, bless my restless soul, saya mungkin belum menemukan definisi pasti atas apa yang saya cari (bahkan formulasi pertanyaan sayapun sedemikian kompleks untuk dijabarkan) dan itu tidak masalah, beberapa hal memang dikodratkan untuk tidak terjawab secara tersurat. Yang bisa saya lakukan sekarang adalah terus bergerak. Sebab yang membedakan manusia dan benda mati adalah apa yang mereka lakukan untuk menandakan bahwa mereka hidup dan terus bergerak.
Di akhir diskusi Bumi menyelipkan senyum dan berkata "Senang bisa melihatmu naik kelas Nan"
:')
No comments:
Post a Comment