Sekali lagi, ini menunjukkan indikasi paranoia berlebih dari pemerintah. Ada obsessi yang begitu besar terhadap kekuasaan. Dan betapa besar kebutaan nurani yang terjadi untuk memenuhi obsessi tersebut.
Seno, bermetafor dalam cerpennya. "Maling Ayam itu kini diadili, diseret tentara berkuda dan namanya menjadi buron di mana mana". Metafora yang menggambarkan bentuk ketakutan pemerintah kala itu. Maling ayam digunakan untuk menyebut mahasiswa pengunjuk rasa tak bersenjata yang diperlakukan layaknya teroris kelas dunia. Ditembak mati, dikepung, dipukul disiksa dianiaya.
Juga tertulis mengenai Penembakan Misterius (yang kemudian dikenal sebagai Petrus). Soeharto, dalam bukunya secara implisit mengatakan bahwa hal tersebut diperlukan sebagai shock theraphy. Ya, masyarakat memang geger dibuatnya. "Kadang dengan mobil jeep, mayat mayat bertato dilempar di tengah keramaian, seperti pasar, lantas menghilang"
Menjadi benar, adalah momok mengerikan bangsa ini. Kebenaran, layaknya udara, siapa yang sanggup memberikan sensor atasnya?
"Jurnalisme adalah fakta. Upaya menutupinya disebut politik. Sastra, adalah kebenaran. Dan upaya untuk menutupinya tak lebih dari tindakan dungu."
Secara keseluruhan, saya suka buku ini. Mungkin penilaian saya tidak objektif. Saya sudah terlanjur suka dengan Mira Sato ini sejak lama.
Tapi, bukankah tidak ada yang namanya penilaian objektif?
Toh akhirnya menjadi pendapat subjek penilai juga.
semangat dan doa buat penulis
ReplyDeleteSeno Gumira memang penulis yang apik!
Delete