Bunyi pesan singkat yang masuk ke handphone saya suatu sore, beberapa minggu yang lalu. Saya menarik nafas panjang, berfikir sejenak lantas membalas. "Bolehlah,"
Sekedar merasa tak enak jika menolak. Dan tentunya, disisipi rasa -siapa-tau-comblangan-mereka-kali-ini-berhasil. Sayapun menyetujui blind-date yang sengaja di atur oleh sang kawan tadi.
Singkat cerita, malamnya saya ketemuan dengan sang cowok yang dimaksud. Namanya anggap saja Angga. Dan selera kawan saya rupanya sedang baik. Angga merupakan anak kuliahan dengan tampang di atas rata rata dan (sepertinya) cukup kaya.
Well, to be honest, I little bit attracted to him.
Angga, layaknya laki laki kebanyakan, bukan tipikal cowok talkactive. Pendiam, dan tidak begitu merespon kata kata saya. Kami makan, jalan, lantas pulang.
Di rumah, saya menebak nebak apakah Angga akan menelpon atau sekedar SMS-in saya. Selama ini, saya punya semacam teori mengenai ketertarikan manusia. Jika "I'm just not so interested to you", maka dia bakal mengirimu SMS yang berisikan terima kasih dan selamat malam.
Jika dia sangat tertarik, handphonemu bakal sangat sibuk berdering dan dia akan menanyakan lebih banyak tentangmu.
Mengenai Angga, teori saya sedikit menjadi gamang.
"I enjoyed to having a night with you. terimakasih, besok sore ada waktu? ayo jalan lagi"
SMS itu datang di keesokan paginya.
Apa ini bentuk -aku-hanya-tidak-begitu-tertarik-padamu-
atau
-aku-sangat-suka-kamu-dan-kumohon-jadilah-pacarku?
Apapun itu, Senin malam saya kembali menyusuri jalan bersamanya. Selama tiga minggu terakhir, inbox SMS saya dipenuhi namanya.
Dan jujur, saya ketar ketir dan mengalami paranoia.
Saya takut, Angga akan menjadi pola dalam hidup saya. Percayalah, perempuan paling tidak tahan dengan lakilaki yang telah menjadi sebuah 'rutin' dalam hidupnya. Karenanya, kemungkinan anda diterima oleh perempuan akan semakin besar jika anda pedekate dengannya lebih dari sebulan.
Dan saya putuskan, saya belum siap terlibat dalam bentuk hubungan dengan siapapun saat ini.
"Aku nggak sanggup berhubungan jarak jauh, maaf"
Sebagai bentuk jawaban atas
"Gimana kalau kita pacaran saja, Nan?" yang ia lontarkan.
Dan pagi tadi, dia pulang ke kota asalnya.
Maka seperti biasa, akupun menanyakan hal klise padanya.
"Kenapa kamu suka padaku?"
Tak kalah klise, jawabannya padaku berupa pesan singkat dengan rangkaian kata:
"Km lucu, menarik, dan bisa membuatku tertawa"
Saya tertawa dalam hati. Yang ia lihat adalah sosok saya sebagai penghibur. Sosok penyiar radio yang memang dibayar untuk melawak dan menyenangkan hati pendengar.
Bagaimana jika suatu saat saya perlihatkan bahwa saya tidak senang tertawa, saya mengkonsumsi banyak obat flu setiap malam untuk memerangi insomnia, dan senang berbicara sendiri?
Atau bagaimana jika Angga mengetahui bahwa di usia sekarang saya masih memiliki teman khayalan yang secara konstan saya ajak berdiskusi mengenai berbagai topik masalah?
Saya sedikit khawatir, Angga, atau lakilaki mana saja yang kelak membuat saya suka padanya bergidik ngeri dan berkata:
"Kamu itu perempuan aneh"
No comments:
Post a Comment