Saturday, December 29, 2012

2012: Tahun Keajaiban

Bayangkan ini; gadis yang menghabiskan 19 tahun di kota seluas 16 ribu kilometer persegi dan tidak pernah bepergian ke manapun sepanjang hidupnya. Ia berasal dari keluarga menengah ke bawah, berpendidikan terakhir SMA dan tidak dianugrahi wajah cantik dengan body aduhai sehingga sulit baginya untuk bersegera menunaikan ibadah tama no koshi ni noru.

Dengan kondisi begini, tak ayal semua hal yang berada di luar habitat mampu menjadi pendar keajaiban di mata saya. 2012 telah menorehkan banyak sekali kejadian kejadian emosional terkait -ini pertama kalinya dilakukan- dan membuat saya tidak bisa melakukan apapun kecuali bersyukur.

Apalagi kalau bukan Jakarta. Berada di sana selama satu semester membuat saya bertemu terlalu banyak hal baru dan menyenangkan hingga kadang terasa sedikit melelahkan. Diskusi diskusi tataran langit di teras sevel, obrolan heboh soal musik keras, keberangkatan ke Bandung Berisik, bertemu Kimung setelah 5 tahun berkawan, dan rentetan hal lain yang terwujud setelah sebelumnya hanya tertuang dalam resolusi dan keinginan diam diam.

Sekaligus penanda, 2012 adalah usia 20 saya. Maka sebagai perayaan dekade kedua dalam hidup, saya diperkenankan untuk nonton di bioskop untuk pertama kalinya, membeli buku di gramedia, makan di pizza e birra, menyesap kopi di starbuck, menelan sashimi sushi tei pertama dalam hidup dan seterusnya. Saya diperbolehkan untuk mencoba gaya hidup yang disebut sebut sebagai kelas menengah dan merayakan kebebasan sebenar benarnya.

Pendar keajaiban ini, saya sulut untuk selamanya dalam kepala. Bahwa saya akhirnya bisa menikmati hidup yang selama ini saya anggap nikmat. Usia 20 adalah yang terbaik sejauh ini. Setelah puas dengan makanan makanan mewah, toilet duduk, lantai keramik dan ruangan ber-AC, saya memenuhi kebebasan yang saya anggap benar dengan mengambil keputusan untuk tidak berlama lama menjalani keajaiban ini.

Sebab setelah jam 12 malam, Cinderella akan tersungkur di antara labu dan kenangan akan indahnya dansa semalam.

http://gulfnews.com/polopoly_fs/1.960889!/image/1472081004.jpg_gen/derivatives/box_475/1472081004.jpg
dari sini
Kini dalam hitungan hari, saya akan bertemu dengan 2013. Dan belum pernah saya merasa setakut ini terhadap masa depan. Soal apakah saya sudah menghabiskan keajaiban di hidup saya dalam sekali sentak semester waktu, tentang seperti apa saya melewati hidup nantinya di usia yang kian menua. Gigir ketakutan ini membuncah saat sadar kalau saya tidak punya rencana apapun atas hari esok dan seterusnya.

 Selamat Tahun Baru, tahun tahun yang tak terselamatkan.

Monday, December 24, 2012

Kupon Kupon Duka

Disclaimer: berisi keluhan terhadap regulasi pembagian minyak tanah di kota Sampit. Silahkan beralih laman jika tidak berkenan.

Seperti yang sudah saya jabarkan di postingan ini, ayah saya adalah pengecer minyak tanah. Yang berjualan dengan memboyong jeriken berkapasitas puluhan liter dan menjajakannya ke perkampungan perkampungan lalu mengambil sedikit untung dari penjualan itu.

Empat bulan belakangan, minyak tanah layaknya barang ilegal. Penjualannya dijaga polisi, pembagiannya berkupon dan setiap agen mewajibkan untuk membuka pintunya dan menjual langsung ke masyarakat. Kira kira flow penjualan minyak tanah itu seperti ini;

Pertamina menyalurkan minyak tanah ke pangkalan. Pangkalan ini membeli minyak berbarel barel, bertongkang tongkang untuk kemudian dijual ke agen. Agen biasanya mendapat kiriman satu tangki (+- 22 drum) setiap 2 hari yang kemudian dijual ke khalayak luas. Di langkan paling rendah adalah pengecer. Biasanya membeli satu-dua drum (satu drum kira2 200 liter) sesuai kemampuan lalu menjualnya ke masyarakat.

Namanya manusia, ia akan berpolitik saat perutnya lapar. Pengecer yang merasa bermodal cukup besar membeli minyak tanah sebanyak banyaknya dan menyimpannya untuk kemudian dijual dengan harga lebih tinggi saat mitan sedang berada di titik persediaan rendah. Istilahnya penimbun. Timbunan ini kian menggunung hingga akhirnya permintaan mitan meninggi dan pasokan normal tidak mampu memenuhinya.

Pemerentah, akhirnya mengeluarkan regulasi untuk memangkas jalur distribusi mitan di tingkat agen. Agen agen minyak tanah diminta untuk menjual langsung ke masyarakat dengan HET (harga eceran tertinggi) Rp 4000 setiap liternya. Harga ini tentu jauh lebih murah di mana sebelumnya, di tingkat pengecer harga per liternya bisa mencapai Rp 7000 per liternya.

Dicomot di sini
Untuk bisa menutupi harga mitan yang sesungguhnya tinggi itu, pemerentah menggunakan subsidi BBM yang diinjeksi ke agen agen dengan jumlah kupon yang keluar. Untuk pembeli tanpa kupon, harga mitan Rp 5000 per liternya. Yang menggunakan kupon dan tidak dijatah 5 liter per hari. Penggunaan normal untuk rumah tangga.

Kalau sistem ini berjalan secara permanen, ada beberapa kemungkinan kejadian. Ayah kehilangan pekerjaan, duit subsidi dari pemerentah abis, atau masyarakat dengan segenap kesadarannya menghemat penggunaan mitan dan menerima konversi gas. 

Saya meyakini hal ini tidak akan berlangsung lama. Sebab polisi punya banyak kerjaan lain selain mengejar pengecer minyak tanah layaknya pengedar ganja. Sebab pemerentah akan lelah juga terus dibombardir media. Sebab media akan penat menulis isu serupa hari demi hari hingga berbulan bulan lamanya. Dan kita akan kembali ke fitrah sebagai orang Indonesia, gampang lupa.

Maka sampai semua ini reda, ayah yang bersikukuh menolak menjadi pelangsir* memilih untuk bertahan dengan simpanan uangnya. Kita sekeluarga harus paham bahwa setelah 35 tahun menjadi penjual minyak tanah, ayah tidak akan berpindah pekerjaan begitu saja. Dan saya harus sadar untuk terus mencari pekerjaan dan keluar dari rumah segera. Untuk sekurang kurangnya mengurangi biaya hidup satu orang yang harus ayah tanggung.

Thursday, December 20, 2012

Bucket List, Revised

Mei 2011 lalu, saya menulis ini, soal bucket list, rentetan keinginan sebelum menemui ajal. Sejak mengetahui bahwa kematian adalah hal yang pasti dan saya tidak bisa hidup selamanya meski sudah menenggak susu setiap pagi saat kanak kanak, saya menyusun satu per satu keinginan untuk kelak menjalani hidup. Beberapa di antaranya bersifat remeh, seperti makan mushroom cheeseburgernya Burger King sampai puas dan ngobrol panjang lebar dengan orang asing di transportasi publik.

Maka kira kira begini runutan keinginan saya sampai dengan Mei 2011 tersebut;
1. Aku pengen nonton hujan di Jepang dan jalan kaki di malam hari di Manhattan.
2. Aku pengen ngebaca Wesanggini di kota tua Jakarta.
3. Belajar gitar, piano dan biola.
4. Ngobrol panjang lebar sama orang asing dalam pesawat.
5. Belajar renang.
6. Kiss a stranger.
7. Makan di Pizza Hut dan make fun with their waitress.
8. Nyanyi lagu Someone Like You-nya Adele di kawinan mantan.
9. Merayakan ulang tahun di atas Manglayang :)

Sekarang giliran saya menuliskan revisi, mengeleminasi dan mencoret keinginan keinginan yang sudah tercapai ataupun kadaluarsa -karena saya sudah tidak begitu menginginkannya lagi- 

Aku pengen nonton hujan di Jepang dan jalan kaki di malam hari di Manhattan.
Saya pengen ke Jepang sejak SMP. Sebab saat itu tergila dengan anime dan manga, didukung oleh penampilan Sung Kang dalam Fast and Furious; Tokyo Drift, pergi ke Jepang menjadi hal yang lebih dari menggebu. Keinginan ini rupanya terus tersimpan dan tanpa sadar, meski telah setua ini dan tidak lagi menggemari manga, saya masih ingin pergi ke Jepang.

Soal Manhattan -Newyork secara keseluruhan- rasanya sudah tidak usah saya jelaskan. Semua orang pastilah ingin ke sana.

Januari 2012, terimakasih untuk aplikasi google earth untuk komputer mac, saya akhirnya bisa menonton hujan di Jepang :)
 
Aku pengen ngebaca Wesanggini di kota tua Jakarta
Ini sebenarnya kepinginan sok romantis sebagai imbas terlalu kepingin terlihat keren sih. Biar dapat aura pembaca buku yang filosofis saja. Tidak lebih dari spontanitas tanpa dasar jelas. Maka layaknya sesuatu yang dipaksakan, ia menjadi kadaluarsa.

Desember 2011 saya akhirnya ke Jakarta dan dua minggu setelahnya mengunjungi kota tua. Bersepeda dan beli kincir angin mainan. Berhenti sejenak di teras museum fatahilah dan menghela nafas "Sial, ternyata tidak seperti yang saya bayangkan" 
 
Belajar gitar, piano dan biola
Lagi, keinginan ini adalah produk kebelet keren. Gitar karena obsesi saya terhadap pria yang membuat saya jatuh cinta, piano karena Gregory House dan biola karena satu dari chapter di komik detektif Conan memuat Stradivarius.

Maka, inipun lambat laun tereleminasi seiring ketidakantusiasan saya dalam mewujudkannya.
  
Ngobrol panjang lebar sama orang asing dalam pesawat
Ini berkat film Rumor Has It atau film Bucket List itu sendiri. Saya pengen nyoba memecahkan kebekuan dengan ngajakin orang ngobrol tema apa saja.

Pesawat, travel, daytrans, taksi menuju lokasi pemotretan, angkot, damri, kopaja, metromini, you name it. Done and done.
    
Belajar renang
Biar ga mati konyol saat ada banjir besar sih. Sampe sekarang udah bisa maju dalam air meski masih harus pake pelampung.
  
Kiss a stranger
Belum. Mungkin nanti ketika sudah tinggal di New York.

Makan di Pizza Hut dan make fun with their waitress
2011 adalah masa aktif saya di twitter, soal waitress Pizza Hut memang lagi rame ramenya. Dan sebagai pribadi yang menjunjung rasa ingin tahu yang tinggi dan senantiasa pengen ikut ikutan, sayapun pengen ngeliat langsung semengganggu apa mereka ini.

Maret 2012, di Pizza Hut Epicentrum Kuningan, saya mengalaminya. Iya, memang mengganggu. Tapi percayalah, mereka tidak menyukai hal ini melebihi rasa terganggu kita.
 
Nyanyi lagu Someone Like You-nya Adele di kawinan mantan
Mantan mantan saya nyaris sudah menikah semua sekarang. Dan lagu lagu Adele sudah overused.
 
Merayakan ulang tahun di atas Manglayang :)
Kenapa Manglayang bukan, misalnya, Tangkuban Perahu? Sebab satu satunya gunung di Bandung yang saya tau adalah Manglayang. Dan kawan saya yang menjabarkan soal Manglayang membuat saya cukup mantap untuk bisa mendaki gunung ini suatu saat kelak, saat ulang tahun.

Desember 2012, kawan saya yang traveller setelah sekian tahun tidak terkoneksi, menelpon dan bercerita soal rencananya mendaki Manglayang. Intinya, gunung ini terlalu terjal dan berbahaya untuk didaki. Kalau pengen main ke sana ya di kaki gunungnya aja. Semoga kelak di ulang tahun keberapapun, bisa meniup lilin di sana.

Dan dalam setahun, banyak keinginan yang bertumbuh seiring dengan beberapa keinginan yang tercoret. Sebut ini formula lain dari ritual akhir tahun, saya turut merayakan perpindahan tahun kali ini dengan rentetan keinginan keinginan yang membuat manusia semakin menjadi manusia. Luluh ke dalam resolusi sebab konon semesta punya cara ajaib untuk mewujudkannya.
Google. Keyword; New York street at night

Bucket List, Revised December 20, 2012 
  1. New York
  2. Menulis buku
  3. Keluar dari rumah dan tinggal sendiri
  4. Jatuh cinta
  5. Bikin zine
  6. Jadi anchor televisi
  7. Merasa cukup dan berdamai dengan keadaan