Disclaimer: berisi keluhan terhadap regulasi pembagian minyak tanah di kota Sampit. Silahkan beralih laman jika tidak berkenan.
Seperti yang sudah saya jabarkan di postingan ini, ayah saya adalah pengecer minyak tanah. Yang berjualan dengan memboyong jeriken berkapasitas puluhan liter dan menjajakannya ke perkampungan perkampungan lalu mengambil sedikit untung dari penjualan itu.
Empat bulan belakangan, minyak tanah layaknya barang ilegal. Penjualannya dijaga polisi, pembagiannya berkupon dan setiap agen mewajibkan untuk membuka pintunya dan menjual langsung ke masyarakat. Kira kira flow penjualan minyak tanah itu seperti ini;
Pertamina menyalurkan minyak tanah ke pangkalan. Pangkalan ini membeli minyak berbarel barel, bertongkang tongkang untuk kemudian dijual ke agen. Agen biasanya mendapat kiriman satu tangki (+- 22 drum) setiap 2 hari yang kemudian dijual ke khalayak luas. Di langkan paling rendah adalah pengecer. Biasanya membeli satu-dua drum (satu drum kira2 200 liter) sesuai kemampuan lalu menjualnya ke masyarakat.
Namanya manusia, ia akan berpolitik saat perutnya lapar. Pengecer yang merasa bermodal cukup besar membeli minyak tanah sebanyak banyaknya dan menyimpannya untuk kemudian dijual dengan harga lebih tinggi saat mitan sedang berada di titik persediaan rendah. Istilahnya penimbun. Timbunan ini kian menggunung hingga akhirnya permintaan mitan meninggi dan pasokan normal tidak mampu memenuhinya.
Pemerentah, akhirnya mengeluarkan regulasi untuk memangkas jalur distribusi mitan di tingkat agen. Agen agen minyak tanah diminta untuk menjual langsung ke masyarakat dengan HET (harga eceran tertinggi) Rp 4000 setiap liternya. Harga ini tentu jauh lebih murah di mana sebelumnya, di tingkat pengecer harga per liternya bisa mencapai Rp 7000 per liternya.
Dicomot di sini |
Untuk bisa menutupi harga mitan yang sesungguhnya tinggi itu, pemerentah menggunakan subsidi BBM yang diinjeksi ke agen agen dengan jumlah kupon yang keluar. Untuk pembeli tanpa kupon, harga mitan Rp 5000 per liternya. Yang menggunakan kupon dan tidak dijatah 5 liter per hari. Penggunaan normal untuk rumah tangga.
Kalau sistem ini berjalan secara permanen, ada beberapa kemungkinan kejadian. Ayah kehilangan pekerjaan, duit subsidi dari pemerentah abis, atau masyarakat dengan segenap kesadarannya menghemat penggunaan mitan dan menerima konversi gas.
Saya meyakini hal ini tidak akan berlangsung lama. Sebab polisi punya banyak kerjaan lain selain mengejar pengecer minyak tanah layaknya pengedar ganja. Sebab pemerentah akan lelah juga terus dibombardir media. Sebab media akan penat menulis isu serupa hari demi hari hingga berbulan bulan lamanya. Dan kita akan kembali ke fitrah sebagai orang Indonesia, gampang lupa.
Maka sampai semua ini reda, ayah yang bersikukuh menolak menjadi pelangsir* memilih untuk bertahan dengan simpanan uangnya. Kita sekeluarga harus paham bahwa setelah 35 tahun menjadi penjual minyak tanah, ayah tidak akan berpindah pekerjaan begitu saja. Dan saya harus sadar untuk terus mencari pekerjaan dan keluar dari rumah segera. Untuk sekurang kurangnya mengurangi biaya hidup satu orang yang harus ayah tanggung.
Dan yang lebih menyebalkaya lg agen menjual minyak tanah ke pengecer 1,450 jt-1,6 jt per drum..dengan harga sebesar itu mau dijual berapa lg ke masyarakat..?8000?nanti mlh di buru2 wartawan?atau ditangkapin polisi?bagaimana dong nasib pengecer,yg sejak dulu kala menggantungkan hidup ke minyak tanah?!atau bagaimana nasib masyarakat yg rumahny jauh,yg kerja seharian yg ga bsa ikut antri seharian demi minyak tanah 5 ltr..??
ReplyDeleteBetul, munculnya keluhan tentang harga mitan yang tinggi (7000an) bukan kesalahan pengecer. Namun karena yang bersentuhan langsung dgn masyarakat adalah pengecer, maka tudingan soal permainan hargapun tidak bisa dihindari.
DeleteYang bergantung pada kehadiran pengecer tidak hanya masy yg rumahnya jauh dari agen, tapi juga industri pengolahan makanan (rumah makan, penjual kue dll) yang menggunakan mitan lebih dari 5 liter sehari juga kesulitan jika harus turut mengantri..
Pemerintah daerah berkeinginan memindahka sebagian pangkalan di dalam kota agar keluar kota jd pemasokan mitan bs merata..pertanyaan saya cmn satu pengecer yang biasany menjual minyak tanah utk konsumsi warung makan,atau sebagian masyarakat mau di suruh kerja apa..??apa pemerintah bs menyediakan lapangan kerja..?atau pemerintah diam saja,biar saja rakyatny kelaparan toh bkn sya yg lapar....
ReplyDelete