Barusan di ajak chatting yahoo messengger oleh kawan lama. Dia yang sekarang sibuk mengejar karir di kota besar. Kami, berbicara mengenai keharusan sesorang bekerja.
Dia : "Gimana Nan? udah kefikir nyari kerjaan lagi?,"
Aku : "Kok nanya gitu? orang orang justru sering nanya 'kapan mau nerusin pendidikan'? loh"
Dia : "Aku kenal kamu. Kamu ga punya minat buat kuliah kan?"
Aku : "Nggak di sini, nggak dengan jurusan ini"
Dia : "Hm.."
Aku : "Oke, aku memang ga berminat buat kuliah. Eventhough lot of them said that I have potential, gift, smart-ass, and blah blah blah"
Dia : "Kamu hanya berontak pada sistem, ga ada yang salah dengan itu. Dengan atau tanpa kuliah toh kamu tetap Nani yang kritis dan pintar, toh?"
Aku : "Thanks for those baseless compliment. Tanpa izasah, orang pintar di negara ini ga ada artinya."
Dia : "'Arti' dalam konteks apa dulu?"
Aku : "Tanpa izasah tinggi kamu ga akan bisa meraih pekerjaan berarti"
Aku : "Tanpa S1, mana ada yang bisa jadi pegawai bank, PNS, atau bahkan presenter tivi"
Dia : "I see, itu pekerjaan yang kamu diam diam ingini?"
Aku : "..."
Dia : "Maka kuliahlah, di kotamu bukannya banyak kampus abal abal murah yang cepat memberikan izasah? kamu tak perlu mencari kualitas. You already have it"
Aku : "Aku berkualitas? aku berkualitas? aku berkualitas???"
Aku : "Nyesel udah muji kan? :P"
Dia : "Kita kuliah, terpaksa menelan pelajaran yang nggak disuka dan membuang puluhan kesempatan nonton konser, jalan jalan, pacaran, dan liburan demi TA, skripsi, tugas tugas dan sebagainya"
Dia : "Tujuannya : agar dapat izasah. Nan, kenapa orang ingin memiliki izasah?"
Aku : "Agar bisa bekerja,"
Dia : "Kita lalu lulus kuliah. Katakanlah dapat kerja. Dengan posisi lumayan, bergaji enam digit. apa konsekuensinya?"
Aku : "Kehilangan waktu berlibur, santai dan nonton konser?"
Dia : "Aku, lepas kuliah langsung masuk kantor. Dari jam delapan sampai empat sore setiap harinya. Belum lembur dan tak ada libur lantaran hari Minggu harus bikin laporan untuk presentasi Senin."
Dia : "Aku, kehilangan kesempatan bangun sampai siang, begadang nonton film kesukaan. Atau sekedar jalan jalan."
Aku : "Konsekuensi untuk enam digit itu ya?"
Dia : "Kadang, aku terpaksa ikut main futsal demi menyenangkan bos. Dibalik pertemanan antar kawan kantor, diam diam saling menggunjing. Dan sibuknya itu loh nan"
Dia : "Aku rasa tanpa ku kasi tau kamu udah ngerti gimana rasanya terjebak di delapan-lima seperti itu"
Aku : "Tidak ada hari minggu, setiap hari adalah target dan deadline, I got it :D"
Dia : "Salut sama kamu, berani membuang pekerjaan menjanjikan demi 'menyelamatkan' diri"
Aku : "Wh don't you?"
Dia : "I have to feed two mouth?"
Aku : "Usaha rental komikmu dulu cukup sukses kan?"
Dia : "Tidak untuk mengkredit rumah, tidak untuk membeli kendaraan dan uang sekolah anakku kelak."
Aku : "Jadi?"
Dia : "Mungkin ini disebut 'bertanggung jawab' kali ya"
Aku : "Atau penciptaan bahagia semu"
Dia : "Maaf?"
Aku : "Ah gapapa, aku cuma berfikir mengenai teori bahagia"
Aku : "Bekerja = uang. Uang = bahagia?"
Aku : "Atau justru : Bekerja = Melepas kebahagiaan murni. Uang = membeli pengganti kebahagiaan itu"
Dia : "Kurasa ada benarnya. Aku belikan istriku baju dan perhiasan demi membayar liburan kami yang batal lantaran dinas"
Dia : "Suatu saat akan kubelikan anakku sepeda demi mengganti waktu jalan jalan kami yang tak pernah ada"
Aku : "Itu yang kufikirkan dulu"
Aku : "Aku bukannya lantas mengesampingkan uang. Aku tetap perlu uang, tapi sebanyak apa? kenapa aku harus mengejar angka tinggi?"
Aku : "Dengan menjadi penyiar seperti sekarang. It enough to feed and gave me cloth mounthly, in a propher way"
Aku : "Kufikir dulu waktu punya dua kerjaan, aku bekerja justru karena aku sayang dengan diriku sendiri"
Aku : "I want to wear a nice cloths, a good meal and all stuff. Karena kukira itu takaran rasa senangku"
Dia : "And then what happen"
Aku : "Aku mengatakan tidak pada teman teman saat mereka mengajakku jalan jalan, aku sibuk saat malam konser, aku bahkan tidak bisa hadir saar kakakku bertunangan"
Aku : "Demi gaji enam digit, demi pakaian pakaian mahal dan makanan makanan enak di rumah makan"
Dia : "Tepat."
Aku : "So, why we through away the happiness for the fake one?"
No comments:
Post a Comment