Bau amis menyengat di setiap langkahnya menuju pengadilan
Babak belur ayah dihakimi massa,
Ayahku mencuri
Alasannya sederhana, ayah tak lagi bisa bekerja
Negara ini terlalu buta untuk mengasihaninya
Maka ayah berdarah-darah kakinya terinjak beling di belakang kandang ayam tetangga
Hanya ayam buras biasa, putih warnanya
Ditenteng ayah menengahi adzan subuh yang mulai bergema
Kami senang, emak memasak dengan riang, ayah ke mushola menghadap tuhan
Di subuh buta pula ayah dihajar masa, darah dikakinya berlipat banyaknya
...
3 tahun lamanya
Beliau tak berubah, tetap sayang padaku
Hanya saja tubuhnya telah dirajah paksa oleh sipir penjara
DS 1098 NK tercetak di lengannya
Ayah bilang itulah identitas narapidana
Tubuh rentanya semakin tirus
Semakin kurus
Suatu senja
Kampung kami di kunjungi para bertopeng rajut warna hitam bersenjata
Bersenapan
Mereka geledah semua rumah
Mencari pengkhianat bangsa
Atau dalam versi mereka
Memburu mereka para pengancam kedudukan mutlak presiden negara
Ayah memintaku bersembunyi di bawah meja
Mereka masuk ke bilik kami
Seorang bertopeng rajut hitam todongkan senjata pada ayah
Sebuah suara letusan sederhana membuatku menjadi yatim selamanya
Ayah jatuh berdegum ke lantai tanah
Kaku tubuh tirusnya bersimbah darah
Seorang bertopeng berteriak pada kawanannya
“Dia Bertato! Dia Dalangnya!”
Rusnani Anwar, dalam sebuah malam, Agustus silam.
*petrus, sisa-sisa kesejahteraan
No comments:
Post a Comment