Wednesday, December 29, 2010
Resolusi 19
Monday, December 20, 2010
PT Meranti Mustika Plywood
Sebuah Kisah Tentang Kejayaan Perusahaan Kayu
Oleh: Rusnani Anwar, Sampit
Meranti Mustika berlokasi di Tanjung Katung (yang sekarang lebih dikenal dengan nama Tanjung Mas), Kecamatan Seranau, Kabupaten Kotawaringin Timur. Lokasinya hanya 15 kilometer perjalanan darat dan l0 menit perjalanan sungai dari kota penulis, Sampit. Awalnya, di tahun 1975, Tanjung Katung terkenal sebagai tempat sawmill (pembelahan kayu), lantas pada tahun 1982, PT Meranti Mustika Plywood (MMP) resmi dibuka dengan Njoto Soenarto menjabat sebagai direktur utama perusahaan kayu yang memiiliki Hak Pengelolaan Hutan (HPH) seluas 46.879 hektar ini. PT MMP mengalami puncak kejayaan di tahun 80-an akhir hingga 90-an awal.
Terdapat dua periode kepemimpinan atas perusahaan ini. PT Meranti Mustika Plywood pada periode 1982-1995, dan PT Industri Kayu Meranti Mustika (IKMM) pada tahun 1995-2003. Luas tanah milik perusahaan ini adalah 104 hektar, membentang sepanjang 5 kilometer Tanjung Katung.
Berdasarkan data Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan tahun 2002, PT Meranti Mustika dinyatakan masih aktif hingga Juli 2001. Aktif dalam artian masih memproduksi kayu, baru kemudian di tahun 2003, produksi kayu lapis perusahaan ini berhenti sepenuhnya lantaran pailit. Jatah Produksi Tebangan (JPT) perusahaan ini sebesar 61.586 m3 per tahun.
Wilayah HPH PT Meranti Mustika Plywood tersebar di berbagai daerah. Nama nama kota kecil seperti Sangai, Kuayan, Keminting, Sebabi hingga Parenggean menjadi tempat dimana bahan baku pabrik pengolahan kayu ini berasal. Sekali datang, ribuan batang kayu yang didominasi oleh jenis Meranti dihanyutkan dari udik (sungai hilir). “Kalau kayu sudah datang, sepertiga lebar sungai Mentaya penuh dengan gelondong kayu,” ujar Rahmadi, dia sempat bekerja sebagai nakhoda togboat dan operator hoest di PT MMP.
Kayu-kayu itu lantas diraup menggunakan mesin hoest (sejenis crane) lalu dimasukan ke areal pabrik untuk dikeringkan menggunakan mesin blower. Semuanya menggunakan mesin otomatis, hanya diperlukan beberapa operator untuk mengoperasikan kenop kenop kendali. Output perusahaan yang mengantongi SK HPH nomor : 1001/kpts-VI/1999 ini adalah plywood. Plywood adalah kayu lapis, hasil olahan kayu di pabrik ini diklasifikasikan berdasar tingkat kualitas. “Grade A dan B untuk ekspor, grade C untuk konsumsi lokal,” tambah Rahmadi.
Kayu-kayu yang masuk disortir berdasar diameternya. Kayu dengan panjang 25 meter ke atas dijadikan bahan baku untuk kayu lapis dan paper overlay. Paper overlay adalah lembaran pelapis yang terbuat dari kayu, bentuknya tipis dan berserat. Sementara sisanya, yang berukuran 25 meter ke bawah, akan diracik dan dijadikan blockboard, semacam papan tebal yang memiliki ketebalan 23-27 mili, biasanya dijadikan bahan pembangunan lantai.
Kayu lapis adalah komoditas terbesar yang diproduksi oleh perusahaan yang kolaps selepas kerusuhan ini. Kayu plywood keluaran perusahaan ini memiliki panjang 8 ft dan lebar 4 ft (kurang lebih 2,44 kali 1,22 meter) . Areal tanah yang dimiliki oleh PT MMP mencapai 109 hektar dengan panjang lima kilometer, membentang di sepanjangTanjung Katung. Perusahaan pengolahan kayu ini memiiliki 5000 bahkan lebih karyawan. Pekerja dibagi menjadi tiga shift, 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, pabrik ini nonstop mengolah kayu.
Areal kerja dibagi menjadi tiga. Perkantoran, gudang logistik dan pabrik pengolahan, kantor berada di bagian tengah, ditandai dengan dermaga kecil tempat karyawan kantor menyeberang. Dua dermaga besar menjadi gerbang untuk dua bangunan yang mengapit perkantoran. Sisi kanan dermaga pabrik, sisi kiri dermaga gudang. Gudang yang terbuat dari kayu itu membujur ratusan meter, disinilah kayu-kayu gelondong yang tiba dan di-hoest ditampung sebelum diangkut ke pabrik. Sedangkan dermaga kanan berfungsi sebagai tempat kapal-kapal besar mengangkut hasil akhir olahan pabrik.
Njoto Soenarto , Sangat Royal Pada Karyawan
Njoto Soenarto (Sunarto Nyoto) adalah warga Singapura yang menjadi warga Indonesia dan berdomisili di Jakarta. Di tangannya, PT Meranti Mustika Plywood berkembang menjadi perusahaan pengolahan kayu terbesar se Kalimantan Tengah. Di mata para karyawan, sosok Sunarto Nyoto adalah seorang yang royal terhadap karyawan.
Ada tiga cabang perusahaan pengolahan kayu milik Sunarto Nyoto yang berdiri di Tanjung Katung. Yaitu PT MMP, PT Kayu Tribuana Rama (KTR) I dan PT KTR 2. Ketiganya bergelut di bidang pengolahan kayu.Yang berbeda adalah hasil produksi. Jika PT MMP menghasilkan kayu lapis, PT KTR I dan II memproduksi sound timber dan moulding. Semuanya kualitas ekspor.
Untuk mengakomodasi 5000 karyawannya, PT MMP membangun perumahan yang berlokasi di Tanjung Katung. Ribuan rumah beratap asbes dan berbahan baku kayu berjejer rapi di bagian utara Tanjung Katung. Fasilitas penunjang lain juga didirikan untuk karyawan. “Soalnya, pak Nyoto menjalankan pesan almarhum ibunya, untuk selalu peduli sama karyawan,” ungkap Sunarti, seorang penduduk yang penulis temui pagi itu di perumahan PT. MMP.
*bekas bangsal kesehatan yang sekaligus berfungsi sebagai posyandu*
Mulai dari sekolah, masjid, posyandu hingga puskesmas berdiri di sudut-sudut perumahan. Semuanya diberikan untuk karyawan kelas tiga pabrik pengolahan kayu. Sementara untuk karyawan kantor, memiliki bentuk rumah yang berbeda. Rumah Ir. Arman, Manager Produksi PT MMP misalnya. Berada di tengah perumahan karyawan, rumah ini dulunya dihuni oleh Ir Arman di tahun 1990-an. Dengan kontur modern dan berstrukstur kayu, kediaman manager ini lekat disebut sebagai ‘rumah insinyur’ oleh warga lokal. Untuk engineer asing, ditempatkan di mess khusus, dekat areal perkantoran. Misalnya mess yang diperuntukkan bagi engineer dari Korea, di sebelah gedung kantor utama.
Edy Susanto adalah contoh lain, ia yang dulu bekerja di bagian logistik ini mengaku merasa sangat nyaman bekerja di bawah pimpinan Sunarto Nyoto. “Mulai dari tunjangan beras, kesehatan, lembur, uang makan, transportasi hingga jatah libur diberikan oleh pak Nyoto,” ujarnya. Namun kemudian, ketika PT MMP sedang jaya-jayanya, tampuk kepemimpian dilimpahkan ke tangan Ir. Tandiono.
Pada era kepemimpinan Ir. Tandiyono inilah, PT MMP mengalami kemunduran, hingga akhirya pada tahun 1995, PT MMP menjual semua asetnya ke tangan PT Industri Kayu Meranti Mustika (IKMM). “Ketika dipimpin oleh Ir Tandiono, jatah, tunjangan, sudah tidak ada lagi,” ungkap Rahmadi.
Hanya berselang enam tahun lepas pindahnya tampuk kekuasaan ke tangan PT IKMM, perusahaan kayu yang beralamat di Jl. Cempaka Putih Tengah II/1 Blok B 5-12 Jakarta inipun kolaps karena terlilit hutang bank pada tahun 2003. Di tahun 1999, luas HPH PT MMP sebesar 46.879 hektar. Jumlah ini lantas menyusut menjadi 33.498 hektar di tahun 2001. Tahun 2007, luas hutan PT Meranti Mustika tinggal 32.491 hektare.
Pukulan bertubi menimpa kerajaan kayu Meranti Mustika. Pertama, adanya konflik etnis di tahun 2001. Mayoritas karyawan pabrik pengolahan adalah suku Madura. “Pas kerusuhan habis karyawannya ngungsi semua,” ujar Edy. Kedua, faktor perizinan, saat itu HPH Meranti Mustika telah habis. Ditambah dengan keadaan perindustrian kayu yang sedang sulit di era 2000-an, PT IKMM menjadi enggan memperpanjang izin HPH mereka. Ketiga, faktor pailit, perusahaan disita bank karena perusahaan tidak mampu membayar pinjamannya.
Apa Yang Terjadi Kini?
Terlilit hutang dengan Bangkok Bank Jakarta pada tahun 2005, membuat PT IKMM harus menjalani sidang di pengadilan negeri Palangkaraya. Seluruh aset, baik bangunan maupun tanah PT IKMM disita oleh pengadilan. Kepala PN Palangkaraya, Partomuan Sihombing, memutuskan untuk mengajukan permohonan lelang ke Kantor Penagihan Piutang Lelang Negara (KP2LN).
Pengajuan lelang dicetuskan karena sebanyak 912 karyawan (yang tercatat) belum menerima uang pesangon. Yang dilelang adalah mesin pengolahan kayu. Pada tahun 2007, PT Tuti Ekspresindo yang bergerak di bidang pembelian limbah, memenangkan lelang dan membelinya seharga Rp 13,5 milyar.
Nasrudin, seorang karyawan PT IKMM mengaku hanya mendapat uang pesangon sebesar Rp 5,5 juta. “Seharusnya, dilihat dari peraturannya, saya dapat Rp 15 juta,” ujar Nasrudin yang berdomisili di Tanjung Katung ini. Total dana yang digunakan untuk membayar pesangon karyawan memakan biaya Rp 5,5 milyar.
Kemudian sejak Oktober 2009 tahun lalu, Bangkok Bank memutuskan untuk membongkar sisa-sisa pabrik. “Saya ditunjuk Bangkok Bank untuk meratakan tempat ini,” ujar H. Rudi Sukamat, pemborong dari Jakarta. Sudah 90 persen bangunan yang diratakan, yang tersisa tinggal area perkantoran dan mess Korea. Begitupun dengan dermaga kiri tempat gelondong kayu diangkut ke dalam gudang logistik. Dermaga besar yang berkonstruksi kayu ini sudah hancur.
*Yang tersisa dari pembongkaran bangunan pabrik kayu*
Sementara gudang logistik dan pabrik pengolahan, sudah rata dengan tanah, besi besi raksasa yang menopang bangunan ini dipilah dan ditumpuk di dermaga kanan, menunggu pembeli. Total 70 pekerja dikerahkan untuk membongkar bangunan yang luasnya mencapai 5 hektar ini. Tanaman rambat liar merangsek disela sela gedung yang sebagian sudah runtuh sejak tahun 2007 itu.
Keadaan ini dikeluhkan oleh pemborong, banyaknya besi yang berserak di lokasi pembongkaran mengundang oknum warga untuk menjarah besi besi tersebut. “Padahal saya sudah bayar ke polres itu, tapi tetap saja ada yang menjarah,” keluh Rudi. Ia memperkirakan lima bulan lagi baru pekerjaannya meratakan Meranti Mustika selesai sepenuhnya.
Saat ini, tidak banyak yang tersisa dari perusahaan ini. Hanya perumahan yang masih bertahan. Itupun sudah banyak yang ditinggalkan penghuninya. Ribuan rumah yang berjejer rapi itu kini hanya dihuni segelintir warga. “Cuma tinggal beberapa puluh kepala keluarga saja yang tinggal disini sekarang,” ujar Sri, seorang guru SMP Meranti Mustika. Tampak rumah-rumah kayu yang telah dihancurkan di sepanjang jalan setapak kompleks perumahan.
Perusahaan yang bangkrut secara otomatis membuat ribuan karyawan kehilangan mata pencaharian. Sebagian mereka memutuskan untuk pindah ke Sampit ataupun bekerja di perusahaan sawit. Kompleks perumahan yang semula ramai berubah menjadi kota mati, sepi sekali. Bangunan puskesmas dan posyandu, sudah hancur, doyong nyaris runtuh. “Dulu, setiap pagi Sabtu, posyandu ini ramai,” ujar seorang warga sambil menunjuk ke halaman gedung posyandu yang sekarang disesaki pohon pisang.
SMP Meranti Mustika sempat memiliki pamor di tahun 1990-an. SMP swasta yang didirikan oleh PT MMP ini kerap berlaga dan menjuara di lomba-lomba baik tingkat akademik maupun atletik. Namun saat ini, gedung SMP yang merangkap SD dan SMK ini sudah nyaris rubuh. Plafon-plafon menjuntai malas, dinding-dinding yang mulai lapuk, jelaga yang bertumpuk di sudut-sudut atap menjadi bukti betapa jauhnya sekolah ini dari pemugaran.
Sama halnya dengan masjid Baiturrahman, masjid yang telah berdiri sejak 1988 ini nyaris tidak pernah diperbaharui. Terakhir bantuan diberikan oleh pemerintah daerah sejumlah Rp 5 juta, itupun hanya cukup untuk memperbaiki sebagian atas masjid yang berlubang lubang dimakan usia. “Masjid ini dulu selalu ramai, ada TK Al Quran juga, tapi sudah tutup,” ujar M. Zainuddin, kaum masjid. Menjelang Magrib, hanya segelintir warga menyambangi masjid ini, kontras dengan keadaan di masa lalu.
***
*Beberapa foto yang saya ambil di Tanjung Mas, Maret silam*
*Terbit untuk Surat Kabar Harian Radar Sampit, 15 Maret 2010
Thursday, December 16, 2010
Tentang Menikah dan Keharusan Kuliah

Tuesday, December 14, 2010
Resolusi 18
Friday, December 10, 2010
Kematian
Ini dia yang saya tulis dalam chapter terakhir dalam naskah proyek tulisan saya akhir2 ini:
Wenggini menghambur berlari menuju Sloan, tak pernah ia berlari sekuat itu dalam hidupnya. Pria itu kini tampak kurus, pipinya tirus dengan rambut acak acakkan. Gelayut lelah menghitam di bawah matanya yang tertutup kacamata.
“Wengi?” bola mata Sloan membesar kala melihat perempuan yang namanya selalu ia bisikkan sepanjang waktu itu. Kini keduanya berhadapan, saling menatap. Keduanya mengejar 23 tahun yang terlewat. Wenggini kembali menjadi gadis 19 tahun yang lugu dan Sloan kembali menjadi pria 30 tahun yang gagah, berbalut jas dan dasi serta kacamata berbingkai emas.
Sloan mendekap Wenggini sangat erat sambil menggumamkan nama perempuan itu berulang ulang. Ia elus rambut Wenggini, mengecup keningnya berulang ulang. Wenggini menangis dalam dekapan dada Sloan. Ia tak peduli, tak pernah peduli pada waktu yang terbuang untuk menunggu pria itu.
Ia kini membayar rindunya. Mereka berpelukkan hingga terdengar rentetan senapan. Senapan mesin, terdengar ditembakkan ke arah massa yang masih menggumpal di depan pengadilan. Pria bertopi baret berlari ke arah Wenggini dan berteriak teriak.
“Lari! Mereka menembaki kawan kawan kita di gedung presiden, semua dipukul mundur, yang mati tak terhitung, banyak! Cepat!,” pria itu berlalu dan mengajak massa untuk menyelamatkan diri. Ada puluhan tubuh yang tumbang dihantam peluru. Di tengah jalan, Wenggini melihat mobil jeep yang memuntahkan peluru.
Sloan menarik tangan Wenggini, di ajaknya perempuan itu berlari selamatkan diri. Keduanya berdiri di titik bidik pria pria bersenapan. Wenggini menggeleng, dilekatkannya pelukan terhadap pria itu.
“Saya lelah berlari, saya ingin merdeka,” bisiknya di dada Sloan.
Sloan tantas mengenadah, menatap lagit. Warnanya begitu biru, matahari meredup, udara terasa sejuk. Rentetan peluru masih berdesing terbang.
“Kita merdeka, Wengi, murka orang orang di negara ini tak akan mampu dibungkam peluru. Kita merdeka”
Dor.
Entah dari mana datangnya. Mungkin dari pria berseragam yang menudingkan senjata ke arah mereka berdua.
Dor.
Tubuh Sloan limbung, darah mengucur dari lubang di belakangnya. Wenggini batuk, ada darah yang keluar. Dua peluru yang menembus dada Sloan, menembus jantungnya.
Keduanya saling menatap, masih berpeluk.
Langit kian gelap, rintik turun sesekali. Peluru masih berdesing sesekali.
Ada dua mayat, saling berpelukan.
Matanya menatap mata yang berpejam.
Bersuara.
“Kita merdeka”
***
yak. Gw MEMBUNUH kedua pemeran utama!! *ketawa setan*
Well, selamat Jumat. Saya harus kembali ke tumpukkan kertas dan tinta tinta. Menggarap event akhir taun. bubye!
Wednesday, December 08, 2010
Distraksi
Oke, kabar baru dari saya :
Tanggal lima desember lalu, kakak Menikah.
Terus tetangga depan rumah meninggal sehari sebelum resepsi. Ini ironi, kawan..
Well, seperti yang saya bilang, tidak banyak yang ingin saya sampaikan, yang pasti..
Selamat Twitteran Lagi!!!
Friday, December 03, 2010
Fuzzy Friday
Kakak saya akan menikah hari minggu ini, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke 26. Kakak selalu bilang beliau lega, akhirnya melepas lajang di usia yang relatif tidak terlampau tua. Orang tua, sanak saudara juga lega, kemungkinan punya anak perawan tua di keluarga berkurang. Saya mungkin masih belum cukup tua untuk mengerti mengapa orang orang tua yang notabene masih teguh pegang adat seperti orangtua saya, begitu paranoid dengan label 'punya anak perawan tua'.
Apakah mungkin lantaran stigmasi sosial yang terbentuk kemudian? atau sang orang tua khawatir anak perempuannya yang belum juga menikah akan mengundang ghibah? (buset, gw semacam doyan sama kata ghibah akhir akhir ini :P) hahaha, saya hanya khawatir, suatu saat nanti, saya akan menikah bukan untuk alasan ibadah ataupun kehendak saya dari hati. Tapi berasal dari gesekan dan paksaan halus dari keluarga dan dunia sosial.
Damn, kadang ada harga yang harus dibayar untuk hidup bareng bareng manusia.
eh, ini foto yang saya ambil di daerah blauran. Kawasan lapak lapak PKL di daerah jantung kota Sampit.
Eh, liat juga apa yang saya temukan pas bongkar bongkar loteng kemarin.
C'est la Vie!!
Thursday, December 02, 2010
Menghajar Minggu!
Ntar mau dikirim ke publisher di bandung, milik kawan. Semoga layak terbit, hehehe.
Dua bulan yang benar benar menguras kepala. Hahahaha, baru kali ini saya baca buku paket sejarah SMA dan beberapa buku lain demi sebuah karya fiksi. Ntar mau dikelarin lagi. eh, saya juga nemu foto pas siaran di komputer radio.
Dan jangan bilang foto ini yang bakal dijadiin pamflet program T_T
lesson of today:
"Setiap ghibah yang orang lain berikan padamu, akan memotong pahala 70 sholat fardhu si pelaku ghibah."
Jadi guys, banyak banyakin ngomong hal jelek tentang saya doonggg :P
Wednesday, December 01, 2010
Di Manakah Tuhan Saya?
Usia bertambah, orang tua saya masih berfikiran kaku tentang tuhan dan dogma dogma agama. Tidak hanya agama, saya mulai mempertanyakan takhayul dan pamali pamali yang dipercayai lantaran merasa takut. Ibu saya selalu bilang di kebun pisang ada hantu. Sayapun mempertanyakan dan ingin tahu apa benar ucapan ibu saya itu. Untuk mencari jawaban atas rasa ingin tahu, saya harus membebaskan diri saya dari rasa takut. Malam itu saya berkemah di kebun pisang dan saya sakit kuning selama tiga hari. Istilah banjarnya : kepidaraan.
Tapi setidaknya saya tau, itu harga untuk jawaban rasa ingin tahu saya. Orangtua saya bukanlah tipe orangtua yang memukul anaknya kala tak sholat. Meski ayah saya ikut lembaga masjid dan menjadi pengurus surau, beliau selalu bilang bahwa saya akan tiba pada titik pencarian tuhan. Kala itu, ayah saya hanya bilang :
Yakini dengan hati
Saya masih gemar bertanya tanya hingga bangku SMP, SMA, hingga lulus. SMA kelas dua, saya memutuskan untuk mendalami ilmu tasawuf. Tentang syariat, tarekat, makrifat, dan hakikat. Peleburan diri pada Allah. Jujur, saya mengalami masa ‘damai’ dalam hidup saya. Saya menjadi berdamai dengan segala keadaan di sekitar saya, saya bahkan tidak lagi sibuk mempertanyakan hal hal duniawi. Saya sibuk mencintai Allah.
Hingga kemudian saya mengetahui bahwa ‘dunia’ itu tidak hanya Sampit-Rumah-Saya-Allah. Ada bentangan luas dunia dengan berjuta kompleksitas dan kerumitan agama, keyakinan dan aturan. Di tahun ketiga SMA saya, sayapun mengurungkan niat untuk mengenakan jilbab dan merefleksi satu pertanyaan dalam diri saya:
”Apa yang akan terjadi pada umat agama lain yang telah melakukan kebaikan dalam hidupnya?”
Tentu, pola pertanyaan itu akan membuat orang menyimpulkan bahwa saya ini seorang yang menganggap semua agama sama saja. Saya kemudian mengambil simpulan yang saya yakini hingga saat ini : bahwa tuhan akan berlaku baik pada siapa saja. Sekarang apakah ‘tuhan’ yang saya maksud adalah ‘Allah?” saya coba ketuk ketuk hati saya, tempat tuhan berada, saya ternyata tak mampu temukan jawabanya.
Ayah saya datang ke kamar, suatu malam. Beliau tau saya sedang mempertanyakan tuhan. Buku buku keagamaan saya tinggalkan, saya tanyakan pada ayah : “Abah, apa benar kita boleh paksa orang untuk ikuti aturan beragama?”
Jawaban ayah menyadarkan saya:
“Nak, abah nanti akan pertanggungjawabkan dosa abah pada Allah atas perbuatanmu. Tapi itu resiko yang abah ambil sebagai orangtua. Sekarang, kamu tidak perlu masuk agama manapun untuk mencari tuhan, tuhan letaknya ada di dalam hati, bukan di patung yesus maupun surban kiai,”
Abah saya diam, cukup lama. Dan sejak itu, saya berdamai dengan dogma agama. Saya sholat, ngaji dan puasa semata lantaran saya ingin ketemu tuhan. Saya baca injil, untuk puaskan pengetahuan saya. Saya sudah berdamai dengan kutex, cat rambut, menstruasi, qunut dan aturan agama lainnya. Saya berdamai dengan aturan agama. Apakah lantas ketika saya tidak memperkarakan syariat, saya tak berhak bertemu dengan tuhan? :)
Tanpa larangan benar salah yang di dogmakan islam, apakah sekarang saya sudah menjadi seorang bejat dan tidak bermoral? Alhamdullillah, saya belum ketangkapan melakukan zina dan perbuatan kaum jahiliyah lainnya yang anda sangat murkai. Saya punya moral, self awareness, dan ketaatan atas kesepakatan bersama antar manusia yang bertuai menjadi undang undang.
“Anda ini bagaimana sih, hukum bikinan manusia anda taati, tapi hukum agama malah diabaikan,”
Saya tetap peduli dengan hukum agama. Banyak point kehidupan yang tak ditangkap hukum masyarakat. Dalam agama saya tidak boleh durhaka, jangan munafik, tidak bersekutu dengan setan, dan lain sebagainya. Dogma agama, layaknya hukum masyarakat, akan saya pilah dan cerna kembali. Yang saya yakini akan bermanfaat, saya ambil, yang tidak bisa saya yakini, akan saya tinggalkan sementara sambil terus saya pertanyakan.
Sesimpel itu, hubungan saya dan tuhan.
Tapi entah mengapa, dan ini yang membuat saya kecewa, pandangan saya tentang tuhan dan agama kerap diinterpretasikan sebagai suatu kesalahan yang harus dibenarkan. Orang orang se agama, sesama muslim, merasa wajib membetulkan keyakinan saya. Ayah saya yang sedari kecil merawat saya saja tidak pernah menghakimi saya atas apa yang saya yakini, beliau selalu bilang, hanya Allah yang berhak menghakimi seseorang.
Dan demi tuhan, saya akan sangat marah jika anda sebut ayah saya telah gagal membimbing saya.
Mereka, tidak mengenal saya, tidak mengerti hubungan saya dengan tuhan. Datang tanpa diminta dan mencecar keyakinan saya. Saya disudutkan tanpa sebab. Apa yang saya maksudkan bisa anda baca di postingan ini. Saya memerdekakan pikiran saya. Saya berfikir untuk diri saya sendiri. Dan tidak ada yang salah dari berfikir merdeka. Saya akan terus bertanya, untuk mencari jawabannya, saya harus melepaskan belenggu rasa takut atas dogma agama. Jawaban yang saya dapat, insya allah, akan selalu membuat batin saya puas, dan keyakinan saya semakin kuat.
Musa berkata: “Aku punya pesan penting untukmu. Tuhan telah berfirman kepadaku bahwa tidak diperlukan kata kata yang indah jika kita ingin berbicara pada-Nya. Kamu bebas berbicara kepada-Nya dengan cara apapun yang kamu sukai, dengan kata-kata apapun yang kamu pilih. Karena apa yang aku duga sebagai kekafiranmu ternyata adalah ungkapan dari keimanan dan kecintaan yang menyelamatkan dunia”
-The Road to Allah, hal 24-
Mungkin saya harus belajar imannya orang bisu. Ia tak susah payah buktikan pada orang lain bahwa imannya paling benar. Ia juga tak pernah berteriak lantang pekikkan nama tuhannya. Cukup di yakini dengan hati. Apakah lantas saya memproklamirkan diri sebagai sufi? Tidak, saya tidak semulia itu, saya ini masih sangat penuh dosa dan hina di mata Allah. Saya tak layak masuk ke jajaran kekasihnya, para sufi. Saya hanya tau satu. Tidak ada yang salah dari berfikir merdeka, tuhan tak ciptakan otak untuk disia siakan.
Tentu, otak tetap harus berjalan sejajar dengan nurani. Selama hati saya yakin dengan apa yang kepala saya katakan, anda mau apa?
Monday, November 29, 2010
Negara Hitam Putih

Begini begini, saya masih sayang nyawa.
Saya adalah penduduk negara Hitam Putih. Sebuah negara dengan slogan : Yang Banyak Yang Benar. Maka semakin banyak orang orang yang yakin diri mereka benar memaksa orang orang yang mereka yakini salah, untuk dibenar benarkan. Negara saya begitu khawatir dengan moral dan perilaku keagamaan warganya, setiap waktu. Negara saya paranoia jika ada satu yang menyimpang, maka negara akan runtuh. Apa boleh buat, itulah resiko hidup di negara yang penduduknya manut lantaran takut.
Saya adalah penduduk negara Hitam Putih. Hanya ada benar salah, dosa pahala dan surga neraka di negara ini. Moral dan akhlak diributkan orang orang di negara Hitam Putih, setiap hari. Menjadi putih, adalah kebanggaan di negara saya. Menjadi putih artinya menjadi warga negara yang baik, yang menuruti semua aturan. Juga mendukung polisi moral kalau perlu ikut serta dalam membasmi ketidakseragaman.
Tidak, negara Hitam Putih tak kenal timbang rasa dan tepa selira lebih lebih toleransi. Tak pernah ada kata kata tersebut dalam sejarah tata bahasa negara Hitam Putih. Apalagi sebagai esensi berfikir. Hanya ada satu ideologi di negara saya :Yang Banyak Yang Benar. Semua orang berlomba lomba menjadi bagian dari penduduk mayoritas. Agar apapun yang ia lakukan bisa dibenar benarkan.
Negara Hitam Putih, hanya kenal Hitam dan Putih. Hitam berarti hina dan dijadikan contoh perilaku tercela. Kaum yang hitam, biasanya akan disimpan di balik jeruji yang dipamerkan di pinggir jalan. Sebagai objek menakut nakuti. Putih berarti benar, dan benar berarti banyak. Dan kebanyakan, kebenaran di negara itu tak perlu pembenaran, cukup dibenar benarkan dengan alasan yang kasatmata dan tak terkecap indra.
Di negara Hitam Putih, orang orang tak perlu berfikir. Lembaga moral sudah menentukan apa yang baik dan buruk bagi mereka. Orang orang juga tak perlu bertanya. Yang bertanya berarti memilih menjadi abu abu, warna yang tak pernah dikenal negara Hitam Putih. Warna lain selain hitam dan putih, akan dienyahkan oleh polisi moral.
Di negara Hitam Putih, semua orang sudah mati rasa akan kepekaan rasa. Di negara Hitam Putih, semua sudah menjadi robot yang terobsesi atas putihnya negara :)
Hitam putih adalah harmoni
Bukan tabu yang kau benci
-Rocket Rockers-
Thursday, November 25, 2010
FPI dan Ideologi Mereka
Yep, saya emang udik hingga baru tau kalau FPI ngebikin akun resmi di twitter. Sebelumnya mah saya temenan sama FPIyeah, akun lucu lucuan. Ga taunya beneran ada yang asli, edan. Saya ngebaca bio mereka sih, bilang gini :
Pressure Group di Indonesia mendorong berbagai unsur pengelola negara berperan aktif perbaiki dan mencegah kerusakan moral dan akidah umat Islam
Buset, bumi gonjang ganjing langit terbelah dua. Saya benar benar tak menyangka bahwa mereka akan mengklaim diri sebagai pressure group. Dalam konteks literasi langsung, artinya adalah kelompok penekan. Kata 'penekan' sendiri konotasinya sudah jelak, kalimat berpadanan kata 'penekan' sendiri akan menjadi majas peyorasi.
Itu kalau diartikan secara literasi langsung. Nah jika mencari definisi, begini kira kira arti pressure group itu :
An interest group that endeavors to influence public policy and especially governmental legislation, regarding its particular.
Sebuah kelompok kepentingan yang berusaha mempengaruhi kebijakan publik dan khususnya undang-undang pemerintah. Ampun dijeeee :D *godekgodek*
Oke, saya menangkap tiga hal yang (menurut saya) ganjil dari cara FPI mendefinisikan diri mereka dalam bio twitter itu:
satu, pressure group
dua, mendorong negara aktif dalam urusan moral dan agama
tiga, moral dan akidah umat islam
Satu satu deh dijelasin. Satu, FPI sebagai pressure group yang mencoba mempengaruhi kepemerintahan itu, tak bisa diterapkan di negara ini. Ingat, FPI adalah representasi islam (islam macam apa saya tak tau) yang tentu saja, berdasarkan agama islam. Sementara Indonesia, memiliki lima agama yang diakui. Indonesia negara multikultur. Sebagai pressure group, FPI tak bisa mempengaruhi pemerintah karena mereka hanya mewakili satu agama saja.
Jika pemerintah kemudian berhasil ditekan FPI dan menerapkan aturan islam ke dalam undang undang negara, berarti Indonesia sudah meludahi Bhineka Tunggal Ika. FPI, merangsek ke dalam ranah hukum di negara berazas pancasila. Saya bingung menyebut mereka ini apa, Tebal Muka kali ya :D
PKI saja, yang tidak berlatar agama tak bisa berjaya menjadi pressure party di Indonesia. Apalagi yang berlandas hal se-sensitive agama. Itu satu, menurut saya, FPI tak akan bisa menjadi pressure group di Indonesia untuk konteks pressure vertikal (FPI ke Pemerintah). Tentu saja, dengan syarat negara tetap pada pancasila dan Undang Undang, tidak beralih pada Al Quran dan Fiqh sebagai dasar negara.
Untuk konteks pressure group yang sifatnya horizontal (FPI ke masyarakat), saya sedih, tapi harus bilang, ya, mereka bisa tetap berdiri. Saya rasa buktinya sudah anda baca dan lihat di televisi. Betapa FPI kemudian tersetarakan dengan satpol PP dalam melakukan pengendalian sosial lapangan. Di negara ini, selama tuhan dan agama masih dianut berdasar rasa takut, FPI akan tetap berjaya. Dan tentu saja, Rental Tuhan saya tetap laku ^^
oke, itu satu, FPI sebagai Pressure Group
Lanjut ke masalah mendorong negara aktif dalam urusan moral dan agama. Bagi saya, Negara tak punya hak apapun untuk melakukan intervensi moral dan agama penduduknya. Saya sependapat dengan om Andreas (manggil om biar keliatan abegenya) yang beliau tulis di sini saya kutip :
Saya kira, negara tidak perlu ikut campur urusan agama warganya. Harus ada pemisahan yang jelas. Negara hanya berkewajiban mengurusi kebutuhan warganya menyangkut kehidupan bersama, seperti mengatur saluran telepon, saluran air bersih, jalan yang bagus, tidak banjir, perasaan aman, jaminan hukum, dan tidak diskriminatif. Kalau urusan agama, itu biarlah menjadi urusan masjid, gereja, madrasah dan pesantren, vihara, klenteng dan sebagainya. - Andreas Harsono, Wartawan Keren.
Ya, jika ranah agama merambah pemerintah, maka yang akan terbentuk adalah Polisi Moral. Tuhan dan perilaku ketuhanan itu masalah masing masing individu dan tuhannya, IMO. Mari katakan FPI berhasil menanamkan doktrin islam dalam pemerintahan. Lalu apa yang terjadi? selain menginjak demokrasi, pancasila dan multikulturisme yang dianut Indonesia, masyarakat akan hidup dalam rasa ketakutan. Terutama untuk yang minoritas.
Jadi, negara tak boleh ikut campur dan dipaksa (oleh FPI) mencampuri urusan agama masyarakatnya. Dengan dirangsekinya pemerintahan oleh doktrin islam, FPI (secara sadar atau tidak) sudah menjejalkan tuhan (dan islam) ke mulut mulut kaum yang sudah bertuhan/tidak bertuhan di Indonesia. Fokus pada kata menjejalkan. Ketika anda menjejalkan kelinci ke mulut kucing, bukan hanya kucing yang merasa sakit pada mulutnya. Si kelinci juga akan tersakiti.
Tentu maksud saya tidak secara harfiah. Nanti saya dibilang kafir gara2 menyamakan Allah dengan kelinci :) well, somehow, jika islam di'paksa'kan untuk dianuti orang dengan menelusupkan teori islam dalam aturan bernegara seperti itu, saya merasa kasihan dengan Allah. (meski kemudian saya akan dihujat lagi lantaran mengasihani yang maha agung. kalau Allah agung, kenapa lantas diperlakukan seperti kelinci?)
Itu untuk konteks mendorong negara aktif dalam urusan moral dan agama. Saya di sini mencoba menyuarakan jeritan kaum minoritas di negara ini. Saya ingin mewakili suara kaum kaum non muslim yang insecure beribadah dalam rumah ibadah mereka. Dengan perasaan wanti wanti apakah akan ada penyerangan, pembakaran, atau penusukkan yang akan menimpa mereka. Saya ingin sampaikan suara minoritas di negara ini. Bagi saya, mereka tertindas.
Konteks terakhir : moral dan akidah umat islam
Simple saja, saya sebutkan bahwa moral bukan akidah dan akidah bukan moral. Seperti padi dan nasi goreng. Yang satu produk langsung tuhan (padi) dan satunya produk olahan manusia (nasi goreng). Tetap ada unsur padi dalam nasi goreng. Tapi perlu diproses dulu (dengan akal, hati, nurani) untuk menjadi nasi lantas nasi goreng. Dan keduanya tak bersinggungan pragmatik.
Pragmatik adalah jika orang tak menerapkan akidah islam, maka ia tak bermoral. FYI, akidah islam adalah : Masalah-masalah dan perkara-perkara yang wajib bagi seorang muslim untuk mengimaninya (mempercayainya) ada empat kalau tak salah, Allah, nabi, malaikat dan berita gaib. Jika logika pragmatik ini digunakan, maka secara gamblang anda menyebut kristen itu tak bermoral, lantaran mereka tak menganut akidah islam.
Cape deh ommm
Memangnya anda itu siapa sampai punya hak untuk menentukan kami bermoral atau tidak, lantas mengaturatur moral kami?
Tuhan?
Pada akhirnya manusia akan mempertanyakan perihal ketuhanan, juga moral dan ideologi beragama. Sesungguhnya jawabannya hanya satu :
Masing masing
Apakah postingan saya ini menghakimi FPI? tidak, niatan saya tak begitu. Saya hanya lulusan SMA yang tak tau teori teori agama. Kalau terdengar menghakimi, mohon maaf sebelumnya. Saya hanya mencoba mengeluarkan isi kepala saya :)
Tuesday, November 23, 2010
Agama-isme
sengaja saya sisipkan garis mendatar pada dua kosakata di atas. Nampaknya, keduanya belum menjadi kata yang padu. Atau sudah? entahlah, saya tak pandai dalam bahasa. Tulisan ini seperti bentuk khawatir saya sebagai umat bertuhan. Saya sebut bertuhan karena saya punya tuhan, yang saya sayang dan saya ajak bicara setiap hari.
Bagi saya, ada dua patahan berbeda dalam konteks beragama. Ada tuhan, ada agama. Saya selalu menggunakan istilah bertuhan untuk merujuk pada apa yang saya yakini. Tapi apakah saya beragama? Entah. Saya terlahir beragama islam, menghabiska menghabiskan masa kanak kanak hingga remaja di sekolah islam berbasis kemuhammadiyahan. Ayah saya seorang muslim taat, beliau sering i'tikaf di masjid dan melakukan ritual islam lainnya.
Apakah saya agnostik? tidak, saya tidak sekeren itu. Saya tak bisa menemukan definisi kata untuk apa yang saya lakoni bersama tuhan. Saya percaya agama dan tuhan, dan saya tak bisa mengklaim apakah semua agama benar, karena saya tak pernah berada dalam konteks 'semua agama' itu.
Saya hanya tahu tentang islam, itupun tak seberapa. Ilmu saya dibanding anda mungkin tak sampai seperseribunya. Saya tak pernah beragama kristen, hindu, budha, katolik dan ribuan kepercayaan lain. Jadi saya tak tau rasanya, karenanya saya tak bisa bilang semua agama benar.
Hingga saat ini saya masih bertuhan. Saya percaya pada tuhan, tapi sekali lagi, apa, bagaimana dan seperti apa hubungan saya dengan tuhan, saya tak tau sebutannya. Saya hanya lulusan SMA yang tak berkesempatan kuliah. Biarlah urusan menelurkan teori dan konsep menjadi hak mereka mereka yang berilmu.
Ada perbedaan besar antara tidak percaya dan 'tak menaruh perhatian berlebih'. Itu yang menjadi dasar pandangan saya terhadap agama. Karenanya saya menolak disebut agnostik. Saya percaya agama, hanya tak menaruh perhatian berlebih atasnya. Percaya adalah perihal meyakini. Beragama, berarti melakukan ritual agama. Solat, kebaktian, tiwah, dan lain lain. Saya tidak menaruh perhatian berlebih dalam beragama. Saya masih sibuk mencintai tuhan.
Saya sibuk bertuhan.
Dan saya tak begitu peduli terhadap keagamaan orang. Saya tau bahwa saya tak ingin dicela, karena itu sebisa mungkin saya tak mencela agama orang. Saya sempat menulis tentang toleransi dan keberagaman agama di sini dan sini. Pada akhirnya, saya hanya bisa menjabarkan bahwa:
Bagi saya, tuhan itu seperti makanan kesukaan saya, Rotiboy. Saya sangat suka Rotiboy, saya beli sebanyak banyaknya dan hanya saya konsumsi sendiri. Saya tak suka jika orang orang membanding bandingkan Rotiboy saya dengan J.Co Donuts. Saya sendiri tak mau menggubah Rotiboy menjadi keJ.coJ.coan.
Saya juga tak suka jika ada orang yang mengutak atik Rotiboy saya. Dan yang pasti, saya tak cukup baik hati untuk memaksa orang lain memakan Rotiboy saya. Tuhan itu seperti aurat, ia personal dan tak perlu diumbar. Cukup dicintai sebaik baiknya. Saya, anda, kita semua bisa saja membentuk konsep dan teori teori tentang tuhan.
Pada akhirnya, jawabannya cuma satu:
Masing Masing.
Thursday, November 18, 2010
Brick
One of my family members told me to being realistic last day. She is my sister. She told me “You may have a good brain and knowledge overall, but you have to shuttle down your ego and start to be realistic, you cant survive if only hanging on your idealism”.
There. Shock me up :D
Now, I just sent 2 job application on 2 different radio, I miss my job to be an announcer, but beyond of that. It could be me to proven that I quiet “realistic”; I hate to hear they always talking about my uselessness. I sick to hear voices that order me to earn some money.
Honestly, I hate to work. But “nothing money can’t buy”, isn’t? I have a dream, and I need bunch of money to make it real. My little comic rent-shop :), and my major dream :D to travel this whole world by myself. Hohoho.
Which is far far far faaaaaaaaaaaaaaaaar away from reality.
But at least, I’m still trying. Huh?
The reason why I decided to applying a job is simple: I need money. My fam needs money. My mom told me that I a bricks of my older sister wedding. It’s hurt, but it true. My sister paying all of this family needs. If she got a married, who else would pay that bill? My father is too old to earn money. And I just too useless to bring my fatty ass to “real life”.
Oh mine..
I want to be the others, walking trough they favorite university, hang out, the other 18’s stuff
But then, I have to be realistic, huh?
Saturday, November 13, 2010
Implikasi Adiksi Sinetron Indonesia Pada Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Selamat Sore dan Salam Sejahtera
Dan Assalammualaikum Wr. Wb
Sate, Bakso, Emping, Kerupuk,
Semuanya Enak!
Baik, dalam panel kali ini kita akan membahas mengenai dampak candu sinetron pada pertumbuhan ekonomi nasional. Saya, Dra. Rusnani Anwar S.om S.Kop S.os akan menjelaskan melalui pandangan ilmiah sesuai bidang ilmu yang saya kuasai. Sesuai gelar, saya pandai merayu Om om, sempat bergabung dengan Koperasi Sejahtera milik bu lurah dan saya gemar makan sosis.
Saudara saudara dalam lindungan tuhan (kok berasa khotbah yak)
Saya sangat prihatin atas maraknya penayangan sinetron di televisi Indonesia. Episode episode sinetron tersebut kerap membuat saya sakit perut dan merasa lapar. Saya sendiri gagal menemukan apa korelasi antara sinetron dan perut yang lapar. Saya lapar, beri saya makan, maka kejahatan akan hilang dari muka bumi, berpindah ke pantat bumi dan bagian tubuh lainnya.
Mari kita berkaca, siapa sebenarnya yang paling banyak mengkonsumsi tayangan sinetron? benar, adalah ibu ibu kampung dan babu babu kota. Kaum kelas tiga yang setiap harinya bergulat dengan kesusahan hidup. Yang menjalani pola berulang sumur-dapur-kasur 24 jam selama rentang tujuh hari. Bisa anda bayangkan betapa jenuhnya hidup seperti itu?
Selepas sehari penuh mengurusi asap dapur, para babu dan ibu ibu kampung kelas tiga itu akan berpaling kepada televisi. Saya sudah melakukan studi lapangan dengan objek penelitian emak dan tetangga saya. Emak, sebagai representasi ibu ibu kampung kelas tiga, rela meninggalkan dan menanggalkan segalanya demi mengikuti tayangan Cinta Fitri. Bagi beliau, tidak ada hal yang lebih penting di dunia ini selain mengetahui apakah Farel yang hilang ingatan kembali mengingat Fitri, cinta sejatinya.
Alhasil, keluarga kami sering tidak mendapat jatah makan malam. Terpaksa order makanan luar dan bayangkan berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk memenuhi hasrat konsumsi lima mulut manusia dan 12 ekor kucing setiap malamnya. Emak saya, secara langsung maupun tidak, telah melakukan pemborosan. Dan tentu saja, pemborosan itu berimplikasi pada pendapatan ayah dan semakin memperbesar jurang dari pendapatan per kapita dan target KB nasional.
(feel lost? me too)
Tayangan sinetron Indonesia, juga telah memperbesar jumlah pengangguran. Contoh terdekat adalah kawan saya. Sebut saja namanya Bunga (bukan nama sebenarnya), dia adalah seorang karyawan di sebuah kantor asuransi. Suatu malam, Bunga di minta untuk lembur untuk menyelesaikan laporan keuangan akhir bulan. Bunga, berada dalam dilemma. Di satu sisi, laporan keuangan yang tidak selesai akan memberikan dampak pragmatis di mana ia dan seluruh rekan sekantornya terpaksa telat digaji. Di sisi lain, Bunga nampaknya tak ingin melewatkan episode ke 97 sesion ke 6 Cinta Fitri.
Bunga, mengambil keputusan yang berat. Baginya, tidak ada yang lebih menyakitkan di dunia ini selain melewatkan adegan hiperbolis Mischa saat menyiksa Fitri, dan Farel yang lumpuh tengah berusaha sedramatis mungkin untuk kembali ke kursi roda. Ya, demi menonton para artis yang bahkan saat tidurpun memakai make up itu, Bunga rela melihat rekan sekantornya telat gajian.
Bunga, dengan segala kecacatan moral yang dimilikinya, memilih untuk bolos dan tidak menyelesaikan laporan keuangan bulan Oktober. Ia pulang kantor pukul lima dan menyiapkan diri untuk menantikan detik detik bersejarah dalam hidupnya, menonton episode ke 97 sesion ke 6 Cinta Fitri. Bunga, berhasil mengetahui bahwa Farel, selepas perjuangan maha beratnya, berhasil kembali duduk di kursi roda. Dan Mischa, kembali menjatuhkannya. Satu episode itu seluruhnya di isi adegan Farel-jatuh-terus-berusaha-naik-terus-dijatuhin-lagi. Bunga gegap gempita, hatinya cerah ceria bagaikan matahari di Minggu pagi.
Besok harinya, Bunga dipecat.
Dan bayangkan ada berapa banyak Bunga yang dipecat dan menjadi pengangguran di negeri ini lantaran bolos demi nonton sinetron super lebay dengan jalan cerita absurd dan karakter imbisil seperti kawan saya Bunga??
Atas nama keadilan, saya menuntut agar tayangan sinetron Indonesia dihapuskan selamanya. Gantikan dengan tayangan open air Al Jazeera atau StarWorld, juga gapapa. Atau jadikan saya Menteri Komunikasi dan Informasi. Saya juga ga tau apa hubungannya dengan sinetron Indonesia, yang pasti saya akan lebih banyak salaman dengan Michelle Obama.
Sekian pidato saya sore hari ini.
Salam sejahtera, Assalammualaikum
Bakso, Sate..
*Ditimpuk Massa*
Friday, November 12, 2010
Membangun Scene Metal
Sampit Perlu Perubahan!
Sore itu, saya menyempatkan untuk menyapa seorang kawan, Kimung. Namanya mungkin tidak lagi terdengar asing. Terlebih untuk ranah musik keras Bandung. Ia, merupakan salah satu yang memprakarsai pembentukan scene UjungBerung Rebels (yang kemudian lebih dikenal dengan nama Uberebels). Ujung Berung, bagi beberapa scene metal di kota kota lain, bisa dianggap sebagai kiblat. Atau jika tak ingin terdengar berlebihan, Ujung Berung dapat disebut sebagai salah satu scene musik keras tertua di Indonesia.
Via chatting, ia menjelaskan mengenai seperti apa keadaan Uberebels sekarang dan masa lampau. Saya lantas mencoba untuk mengkomparasi antara Bandung dan kota saya, Sampit. Sebelumnya, saya ingin mengenalkan Sampit. Ini adalah sebuah kota kecil di Kalimantan Tengah, posisinya berdekatan dengan Palangkaraya. Sampit, pada dasarnya memiliki potensi besar untuk berkembang (dari segi pergerakan musik). Mungkin, kami hanya belum berkesempatan untuk berkembang.
Poin poin yang membuat scene Bandung bisa berkembang secara masif adalah jejaring, wadah, dan tentu saja, massa. “Bandung kota kecil, dari pusat kota ke tiap ujung daerah paling butuh waktu 20-30 menit bermotor,” ujarnya saat saya sanjung mengenai betapa besarnya Bandung sebagai kota. Ia menyebutkan, dengan keadaan kota yang kecil, kesempatan untuk bertemu banyak orang semakin besar.
Dari situlah, crowd perlahan terbentuk. Komunitas kecil perlahan berkembang menjadi scene dengan massa bejibun. Kedua, adalah wadah. Kimung menyatakan di Bandung, terdapat banyak acara dengan penyelenggara berbeda. Keberagaman gig musik keras membuat kawan kawan yang tergabung dalam scene memiliki tempat untuk sekadar bernyanyi dan menyebarkan kabar mengenai eksistensi mereka.
Kemudian, yang terakhir adalah jejaring. Mereka, mengembangkan jaringan tidak hanya sebatas internal musik keras. Jaringan dengan pemerintahan, kepolisian hingga komunitas non musik dikembangkan. “Perupa,arsitek, penulis, fesyen, mahasiswa, dokter, hingga tentara,” sebutnya. Jejaring seperti ini, disebut sebagai jejaring eksternal. Hal ini diperlukan sebagai upaya perluasan komunitas, dan tentu saja, dapat mempermudah pengadaan acara.
Di Bandung, tak asing jika kemudian dalam pagelaran musik, diselipi pameran dan pertunjukkan. Pun sebaliknya. Nilai plusnya, perizinan bisa lebih mudah didapat. Mengenai perizinan, Kimung memiliki catatan tersendiri untuk scene di kotanya. Ia menyebutkan “Di banding awal 2000an perijinan hari ini sangat susah,”
Awalnya, saya mengira bahwa hal ini berhubungan dengan peristiwa Beside dan AAC beberapa tahun silam. Ternyata, peristiwa tersebut bukan satu satunya penyebab. Kimung lebih menyebut adanya ketidaksamaan visi antara pengada acara dan pemerintah. “Walikota tak punya visi yang jelas tentang kota ini. Ga gaul. Ga tau dinamika yang terjadi,” paparnya. Dinamika di mana kaum muda dan pergerakan musik di kota itu sudah sangat masif dan memerlukan support pemerintah.
Saya fikir, kolot-isme pemerintahan terjadi di mana mana. Pemerintah yang begitu paranoid dengan gerombolan bertatto dan kaos hitam hitam ^^. Lepas perbincangan dengan Kimung, saya mencoba untuk mengkomparasikannya dengan kota saya. Lantas mengukur probabilitas kemajuan pergerakan musik keras di kota ini.
Massa dan jejaring. Dua hal ini, sebenarnya bisa kota saya dapatkan dengan mudah. Massa musik keras di kota ini cukup mumpuni. Tentu bukan dengan standar ‘musik keras’ sekelas Disgorge ataupun Funeral Inception. Musik keras sekelas punk, emo atau bahkan rock and roll, dapat diterima dengan baik. Saya, sempat membuktikan ini dengan berhasil mengumpulkan 56 nama untuk menjadi anggota Sampit Music Community. Meski kemudian komunitas ini kolaps dan lenyap entah kemana.
Massa, adalah potensi pertama yang saya yakini ada di kota ini. Kemudian jejaring. Untuk kota sekelas Sampit, kemajuan tekhnologi dan akses keluar kota sudah cukup mumpuni. Jejaring, saya rasa bukan kendala. Komunitas punk Sampit, mampu menembus hingga Malang dan Surabaya. Secara aktif, mereka sesekali mengadakan panggung kecil kelas internal. Saya rasa, sekali lagi, jejaring bukan kendala sebenarnya.
Masalah utama kota ini, adalah wadah. And unfortunately, wadah adalah hal krusial yang tanpa keberadaannya suatu komunitas bisa tewas. Ini dibuktikan oleh komunitas yang saya dan kawan kawan coba usung. Komunitas metal, tak dapat wadah bahkan hanya untuk berkumpul. Tak terbayang susahnya membuat perizinan untuk mengadakan panggung dengan mengusung nama metal.
Stigma mengenai metal sama dengan rusuh masih berkelibas terlampau sering di kepala awam. Saya, sulit menyalahkan siapa dalam hal ini. Selain perizinan dan stigma yang terlanjur terbentuk, tempat untuk berkreasi cenderung minim di kota ini. Kering pagelaran musik. Solusi? Ini yang saya lupa tanyakan pada Kimung.
Meski sebenarnya saya tau apa yang akan ia jawab jika saya tanyakan perihal ini.
“Bergeraklah, terus maju dengan caramu. Suatu saat pasti ada jalan. Jangan berhenti, karena berhenti berarti mati,”
Kimung menulis buku mengenai scene ujungberung. Dalam buku Myself, Scumbag: Beyond Life and Death, MinorBooks, 2007. Buku yang berorientasi pada sebuah nama, Ivan Scumbag, dan band-nya Burgerkill. Kedekatan personal penulis dan isi buku membuat Myself, Scumbag: Beyond Life and Death menjadi sebuah karya epik yang menarik untuk diikuti, dari halaman satu hingga akhir. Banyak bagian dari buku ini yang menguras emosi. Kita dibawa ke dalam dunia Ivan, Kimung, Burgerkill dan uberebels. Dalam sebuah penghormatan atas kematian vokalis band metal paling heavy se-Indonesia itu :)
Rusnani Anwar
Sampit, 12 Nopember 2010
Dengan lantunan Suffocation dan bergelas gelas susu coklat hangat.
Thursday, November 11, 2010
Pencitraan
Wednesday, November 10, 2010
Flood!
Post ini, hanya untuk memastikan apakah signature yang saya bikin really works. hehe.
Regards!
Update : here the picture of my floody home:
Lantai Kamar
if you guys ask how it felt when you seeing a rat swimming around your dinner table, it suck!
Tuesday, November 09, 2010
Monday, November 08, 2010
Reuni dan Ketidakmampuan Meninggalkan Masa Lalu
Saya tengah membongkar bongkar file lama di komputer, siang ini. Niatan saya sih pengen ngehapus data data ga berguna demi memaksimalkan space memory hardisk. Selama ini, saya terbiasa menyimpan data dengan urutan bulan+tahun. Semakin saya membuka file file tahun dan bulan lama, makin susah tangan saya mengklik tombol del di keyboard.
Saya kemudian terlempar ke tahun tahun itu, setiap saya ngeclose satu folder dan berpindah ke bulan dan tahun lain. "Edan, betapa kenangan berhasil menjebak orang dalam keadaan diam," batin saya. Akhirnya, siang itu berlalu hingga menjelang sore dan saya tak berhasil menghapus satupun file yang ada. Ini sebabnya banyak orang yang justru menambah memory hardisk ketimbang ngehapus yang ada, kali ya..
Saya, dan mungkin banyak di antara kita, terbiasa menimbun kenang kenangan. Di era informatika seperti sekarang, kenangan itu tidak lagi berupa kartu pos atau lembaran foto 4 R berlatar pemandangan. Tidak juga dalam bentuk pernik lucu yang mengingatkan kita pada satu tempat.
Kenangan pada zaman sekarang memakan belasan bahkan ratusan megabyte kapasitas gadget apapun yang kita punya. Entah itu berupa ribuan foto berbagai pose, atau puluhan video. Kita melakukannya, semata untuk mengenang. Layaknya hewan mamalia yang menandai teritori mereka dengan air seni, manusia memberikan banyak checkpoint dengan foto dan video.
Salah? nggak ah, saya nulis poting ini bukan untuk memberikan batasan benar-salah atas sesuatu. Saya hanya merasa seperti.. guilty pleasure.
Ya, bermain main dengan kenangan adalah kesenangan yang membahayakan. Saya sendiri sempat mengalami fase macet dan tersendat demi mengenang masa lalu. Mengingat ingat masa 'kejayaan', atau mengenang ngenang saat terindah dalam kenangan hidup. Rasanya ya itu, guilty pleasure.
Begitupun dengan reuni. Berbagai reuni diselenggarakan, semua orang rela menyibukkan diri demi kesuksesan reuni. Kembali bertemu dengan kawan lama, yang konon makin tua rentang suatu reuni, makin besar esensi kangen kangenan yang diumbar. Saya bukan bermaksud sinis terhadap tetek bengek kenangan. Tapi betapa kemudian kita akan begitu terjebak dengan kenangan dan masa lalu hingga rasa rasanya sayang untuk meninggalkan kenangan dan melangkah maju.
Kini, demi alasan move on, saya menolak untuk ikut reuni, atau sekedar hang out bersama kawan lama. Kesannya sombong ya, ini saya lakukan demi diri sendiri. Saya perlu maju ke depan, and I'm really vulnerable with memories. Salah dikit saya bisa jatuh ke ranah stuck dan sulit maju. Ini salah, saya tau, tapi saya memang tak pandai mengatur perasaan..
Look Inside
Tentang Hari Ini, Orang Utan dan Itik Mutan Berpantat Karung Beras.
September 23rd, 2009.
09.01 pm.
damn, that was my longest motorcycling journey that I’ve ever done!.
4 jam pantat saya bergetar! Gila men, ini rekor goyang dangdut nasional. Namanya Goyang Getar! Mari kalahkan Jupe, yeah! :P
Ini bukan joke. Absolutely not a joke.
I was AS LITERALLY hang over (tergantung gantung, terlunta lunta di tengah biadabnya dunia). (bukannya “hang over” which mean “mabok” :D)
Sebuah penyiksaan keji berkedok outbond (well, though the owner of that place called it as outbound, (it was so fun to figuring James “Bound” gonna “out”. LOL) saya tetep suka sama bond ah).
o ia,I was found some awkward word during our journey. Here they are: (maap buat yang ngerasa, no offense yaaaa)
Di pom bensin Sampit, ada banner kecil dengan tulisan “maaf atas gangguannya, sedang ada renopasi”. Damn men, saya ngakak tanpa prikemanusiaan.
Di kasongan, ada rumah makan bilang “sedia masakan chennes”, saya fikir. “chennes?” daerah eropa ya? (meskipun chennes sama sekali beda sama Cannes, tapi saya fikir tadinya sama:P). Tapi ternyata yang dimaksud adalah chinesse. Gkgkgkgk, I’m gonna guling guling while motorcycling).
Trus di arena outbound (yes, I do to using this “bound” sentence), dalam jalan setapak kecil berjembatan kayu di sepanjang hutan, ada warning sign, dia bilang “awas, jangan berintraksi langsung dengan orang hutan”. Yang lucu adalah : 1. Intraksi. 2. Pengunjung kurang kerjaan mana yang mau berinteraksi dengan monyet yang krisis identitas dan naujubilee liar gitu? (FYI, krisis identitas karena ga satupun dari kami sukses mengklarifikasikan makhluk itu ke dalam ordo monyet manapun sebelum dikasi tau om om petugas, dan bukan, si monyet bukan krisis identitas gara gara belum terdaftar di dinas catatan sipil (btw, mau jadi monyet atau mau kawin,konsisten dong)).
Asik rasanya ketika kita jalan jalan, liat kiri kanan, trus bisa menemukan banyak hal, (eventough lot of them doesn’t understand with my purpose then judge-ing me with “kalo jalan jangan terlalu dikhayati ah”) :’(.
Hmm,, over all…
The conclusion is :
IT WAS SO FUN!
Thanks for today alll!!
P.S : pantat saya jadi flat dan melebar ke samping gara gara dihajar jalanan Sampit-Palangkaraya. damn, call me as nani si pantat rata since now. :D

Foto foto ini diambil tanggal 23 September 2009. Kami memutuskan buat ke Palangkaraya dengan motor. Serius, empat jam duduk di atas motor sukses bikin pantat saya rata, saat itu. Hm.. that was fun. Seriously fun.
Ah.. kangen kalian, guys..
Saturday, November 06, 2010
Kepala Sang Demonstran
Rumah sakit itu tiba tiba terkenal. Seorang dokternya berhasil menemukan cara untuk melihat isi pikiran manusia. Dokter itu hanya perlu memenggal kepala orang yang sudah mati (atau yang masih hidup pun tak apa, kalau dia memang benar benar ingin dilihat isi pikirannya). Dokter itu kemudian menjadi sangat terkenal. Banyak kasus pembunuhan berantai dan perampokkan yang memakan nyawa bisa diselesaikan berkat tampilan gambar dari kepala korban.
Apa yang dilakukan si dokter sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Banyak dukun dan jejampi kampung yang bisa melakukan hal serupa. membaca isi kepala orang. Tapi si dokter menjadi fenomena. Tentu saja, lantaran gelar dokternya, dan betapa mudahnya teori si dokter dicerna logika.
Di negara itu, orang orang menjadi sangat paranoid dan ketakutan hingga tak mudah percaya pada apapun yang tak berbukti nyata.
Ketenaran si dokter dengan cepat menyebar kemana mana. Si dokter kemudian dipekerjakan oleh negara untuk membantu polisi. Si dokter awalnya menolak, ia mengatakan bahwa dirinya bukan detektif yang bisa digunakan untuk mengungkap kejahatan. Tapi tolakan itu berubah menjadi anggukan mesum dan mata berbinar kala menatap tumpukkan uang di atas meja.
Resmi sudah, si dokter bekerja untuk negara. Polisi kerap datang ke rumah sakit. Para berseragam itu biasanya sudah memenggal kepala mayat untuk dibaca oleh si dokter. “Biar bapak tak usah repot,” ujar seorang polisi seraya menyerahkan kantong kresek berisi dua buah penggalan kepala.
Rupanya sore tadi ada pengeboman di kantor pemerintahan. Lima orang tewas di tempat. Tiga orang di antaranya terkena paparan langsung bom sehingga tubuhnya berubah menjadi serpihan. Hanya dua potong kepala milik satpam gedung yang tersisa. Ada sekompi polisi yang datang, juga datang jendral serta kapolri. Semua penasaran, siapa pelaku pengeboman.
Polisi polisi itu lantas menunggu di luar ruangan si dokter. Sementara pimpinan mereka, ikut masuk ke dalam dan menyaksikan sendiri potongan ingatan kepala mayat itu kala menjelang ajalnya. Sore itu, seorang teroris kelas dunia tertangkap dalam pelariannya menuju negara seberang.
Berita menyebar cepat. Tentang si dokter yang berhasil mengungkap pelaku terorisme. Semua orang, terlebih wartawan, menunggu nunggu, kapan lagi si dokter melakukan aksinya. Polisi cenderung jarang membeberkan kapan ada mayat yang akan dipenggal kepalanya dan dibongkar ingatannya oleh si dokter.
Sore itu, ada mayat yang datang ke rumah sakit. Mayat itu merangkak rangkak dari kejauhan, ia berangkat sendiri. Di belakang mayat yang merangkak sendiri itu, ada puluhan wartawan yang sibuk mengambil gambar dan berteriak teriak “Ini saatnya!” kepada rekan wartawannya.
Mayat yang merangkak sendirian itu masuk ke pelataran rumah sakit. Tak ada yang mengindahkan, toh ia sudah mati, rumah sakit tempat orang berobat. Kalau mati pergi ke kuburan. Mayat itu akhirnya merangkak sendirian lagi menuju ruangan dokter.
“Apa ini?” si dokter kebingungan. Ia tak pernah mendapati mayat datang sendiri dan minta dibaca seperti itu.
“Tidak ada polisi, ya?” si dokter bertanya lagi. Mayat yang merangkak sendirian itu mengeram ngeram, tak bisa bicara.
Si dokter, mangkel dalam hati. Ia sudah berjanji pada pemerintah untuk hanya membaca isi kepala mayat yang berasal dari kepolisian. Ia hanya menerima penggalan kepala dalam kresek yang dibawakan para polisi.
Wartawan mulai berdengung, sibuk memfoto mayat yang merangkak sendiri. Juga memfoto si dokter yang beberapa kali menggaruk kepalanya yang landai. Si dokter dilema, reputasinya bisa buruk jika menolak mayat yang merangkak sendirian itu.
Presiden kebetulan menonton televisi dari dalam mobilnya. Iapun penasaran, tak pernah ia melihat langsung dokter fenomenal itu. Selama ini hanya anak buah dan bawahannya yang membuat laporan mengenai si dokter. “Berbeloklah, ayo ke rumah sakit itu,” seru presiden pada sopirnya. Mobil berbalik arah, menuju rumah sakit.
Si dokter masih juga dilema. Akhirnya setelah si mayat berhenti mengeram, si dokter akhirnya bersuara
“Bawa mayatnya ke ruangan saya,” ujar si dokter seraya mengenakan sarung tangan latex dan mencucinya dengan cairan disinfektan. Si dokter tak memperbolehkan satu wartawanpun untuk masuk.
“Nanti filmnya rusak kalau terkena blitz kamera anda,” sanggah si dokter. Cukup ampuh, para wartawan berhenti merangsek masuk. Si dokter berjanji akan memperlihatkan video dari isi pikiran mayat yang merangkak sendiri itu. Presiden akhirnya datang, si dokter sudah membredel pintu. Presiden duduk di luar ruangan seraya meladeni pertanyaan wartawan.
“Ya.. saya ke sini lantaran penasaran dengan kinerja si dokter, kepala kepolisian negara antah berantah sibuk memujinya sejak seminggu lalu,” presiden tersenyum pada kamera. kepala kepolisian negara antah berantah yang tengah dibicarakan juga datang. Ia tampak berkeringat, seperti lepas berlari. Ia tersenyum gugup pada presiden, mengangguk sepintas dan menuju ruangan si dokter.
“Eee.. ada pak kepala kepolisian negara antah berantah, mari sini pak, kita berfoto. Biar si dokter bekerja sendirian di dalam, nanti juga kita di kasih tau apa isi kepala mayat yang merangkak sendirian itu,” kapolri tak berkutik, presiden memergokinya ingin mendobrak masuk ke ruangan dokter. Kapolri lantas mengambil duduk di samping presiden dengan wajah cemas. Wartawan mengabadikan kapolri dengan wajah seperti hendak buang air besar.
Si dokter tak tau mengenai keributan di luar. Profesionalitasnya memaksa si Dokter untuk benar benar melihat isi kepala mayat yang merangkak sendirian itu padahal ia bisa saja berbohong.
“Aku bisa saja memenggal kepala mayat ini, membawanya keluar dan mengatakan kalau ia mati gara gara narkoba.” Gumamnya. Si dokter lantas melihat tubuh mayat yang merangkak sendirian itu sambil menerka nerka kehidupan macam apa yang ia miliki semasa hidup. Badannya tegap, berisi. Mayat yang merangkak sendirian itu berdarah di sekujur tubuhnya. Kacamatanya remuk, tapi masih melekat di wajahnya. Ada lubang merah kehitaman tepat di tengah jidatnya.
Si dokter penasaran sendiri. Ia lantas memenggal kepala si mayat, memasangkan banyak selang dan kabel. Dari lubang telinga kanan penggalan kepala itu, dikorek korek hingga seutas kabel dengan ujung berlubang keluar. Ia hubungkan kabel yang keluar dari kepala mayat yang merangkak sendirian itu ke proyektor.
Di layar besar, si dokter melihat kuburan, dan spanduk spanduk. Si dokter sibuk mempercepat, memperbesar dan kadang kadang menghentikan video isi kepala mayat yang merangkak sendirian itu. Spanduk diperbesar, si dokter mencoba membaca. Viva.. ah, gambarnya tiba tiba buram. Mayat yang merangkak sendirian itu rupanya terkena hantaman benda tumpul di kepala belakang. Si dokter sibuk mencatat,
“Ini dia sebab kematiannya,” gumamnya.
Gambar di video terlihat horizontal. Mayat yang merangkak sendirian itu pasti sudah tumbang ke tanah.
“Tunggu, kalau dia sudah tumbang, kenapa videonya masih hidup?” si dokter mengguncang guncang penggalan kepala mayat yang merangkak sendirian itu.
“Ah.. ia hanya sekarat! Belum mati,” si dokter menyadari kesalahannya dan tertawa kecil.
Dari gambar horizontal itu si dokter melihat mayat bertumbangan. Satu satu seperti terpukul mundur dan kemudian tumbang. Dikeraskannya suara video dari penggalan kepala mayat yang merangkak sendirian itu.
Suaranya seperti letusan tembakan.
Senjata mesin, terdengar seperti rentetan.
Tubuh tubuh bertumbangan. Tiba tiba gambar video menghadap langit. Sebuah wajah terlihat menodongkan senjata.
Dor.
Mayat yang merangkak sendirian akhirnya mati.
Si dokter menganga.
Tercenung.
Wajah itu adalah wajah kepala kepolisian negara antah berantah, dalam versi setidaknya lebih muda 20 tahun.
Si dokter segera keluar dari ruangannya. Ia kembali terkejut, ada ratusan wartawan, presiden, dan kepala kepolisian negara antah berantah dalam versi 20 tahun lebih tua dari isi kepala mayat yang merangkak sendirian itu. Semuanya berdiri, menunggu nunggu jawaban.
Si dokter menarik nafas panjang, mulai merangkai kata sebagai konferensi pers
“Demi kepentingan privasi dan arsip rumah sakit, saya tidak bisa memperlihatkan rekaman isi kepala mayat yang merangkak sendirian itu..”
Si dokter lagi lagi menarik nafas panjang
“..Mayat yang merangkak sendirian itu, nampaknya tewas karena terlalu banyak menonton film film sadis..”
Kapolri tersenyum lega. Senyum itu menjanjikan sesuatu pada si dokter.
Mereka berdua kini punya rahasia.
Si dokter dan kepala kepolisian negara antah berantah tahu,
Mayat yang merangkak sendirian itu datang dari masa lalu.