
Mama kerap bercerita tentang taman kota Sampit dulunya merupakan
lapangan sepak bola, gereja Maranatha dan Don Bosco, area pekuburan
Kristen dan Mentaya Theater serta area bilyard yang semuanya berada di
sekitar area brengsel. Juga jalan Gatot Subroto yang merupakan perumahan
pekerja kelas menengah, kamar dua puluh dan jalan rel yang menjadi
pemukiman para buruh brengsel. Sampai sekarang masih ada satu - dua
rumah bernuansa khas (saya kurang tau ini arsitektural belanda atau
memang rumah2 zaman dulu begitu) yang berjajar di sepanjang jalan Gatot
Subroto.
Pagi itu saya bertemu dengan bapak bertopi merah (saya sebut demikian lantaran lupa kenalan) yang kemudian saya todong untuk menemani saya berkeliling area brengsel. Bukan apa apa, saat ini brengsel sudah sedemikian terbengkalai hingga secara bercanda bapak bertopi merah menyebut jika saat ini 'penjaga' brengsel adalah dua ekor kucing dan satu ekor anjing. Ditambah seorang yang mengalami gangguan mental dan berkemah di tempat itu.
Tungku pembakaran |
Sebelum memasuki kilang penggergajian yang cerobongnya terlihat dari sungai Mentaya itu, beliau mewanti wanti jika tempat tersebut sangat angker dan jika saya berubah pikiran, lebih baik dilakukan sekarang. Ia juga menceritakan soal pekerja rodi yang meninggal di area tersebut dan seseorang yang bunuh diri di kantor administrasi yang terjadi di era brengsel.
Merk yang menempel pada tungku pembakaran |
Di dalam kilang penggergajian kita bisa melihat tiga tungku pembakaran
yang berfungsi sebagai penggerak mesin sawmill. Ketiga tungku ini
diproduksi oleh pabrik lokomotif kereta Arnhemsche di Belanda. Masih terlihat tahun produksi / instalasi (?) di tahun 1948.
Saat ini sawmill sawmill tersebut sudah tidak ada lantaran banyak yang menjarah untuk dijual. Tersisa tiga tungku pembakaran, satu cerobong uap dan beberapa komponen pabrik lainnya. Perjalanan saya teruskan ke area kantor administrasi. Kantor ini masih digunakan hingga 2011 untuk mencatat keluar masuk produksi hutan seperti rotan yang dititipkan oleh warga.
Yang menarik perhatian saya adalah lantai yang kayu kayunya sudah dijarah dan sebuah spanduk yang terlihat sangat tua bertuliskan slogan Utamakan Kepentingan Perusahaan.
Perjalanan berakhir ke area storage yang berada di bagian depan. Tiga warehouse yang dulunya digunakan untuk penyimpanan kayu kayu yang telah dikeringkan untuk diolah kembali masih berdiri meski dinding dan atapnya banyak berlubang.
Semoga rencana pembangunan citywalk tersebut dapat berkesinambungan dengan kepentingan pencagaran sejarah tempat ini. Seperti yang bapak bertopi merah harapkan agar kilang tersebut dimusiumkan dan dipugar oleh pemerintah daerah.
Scripta manent verba volant.
#SaveSampitHeritage
Beberapa foto yang saya ambil:
Sampit, 25 September 2013