Wednesday, December 29, 2010
Resolusi 19
Monday, December 20, 2010
PT Meranti Mustika Plywood
Sebuah Kisah Tentang Kejayaan Perusahaan Kayu
Oleh: Rusnani Anwar, Sampit
Meranti Mustika berlokasi di Tanjung Katung (yang sekarang lebih dikenal dengan nama Tanjung Mas), Kecamatan Seranau, Kabupaten Kotawaringin Timur. Lokasinya hanya 15 kilometer perjalanan darat dan l0 menit perjalanan sungai dari kota penulis, Sampit. Awalnya, di tahun 1975, Tanjung Katung terkenal sebagai tempat sawmill (pembelahan kayu), lantas pada tahun 1982, PT Meranti Mustika Plywood (MMP) resmi dibuka dengan Njoto Soenarto menjabat sebagai direktur utama perusahaan kayu yang memiiliki Hak Pengelolaan Hutan (HPH) seluas 46.879 hektar ini. PT MMP mengalami puncak kejayaan di tahun 80-an akhir hingga 90-an awal.
Terdapat dua periode kepemimpinan atas perusahaan ini. PT Meranti Mustika Plywood pada periode 1982-1995, dan PT Industri Kayu Meranti Mustika (IKMM) pada tahun 1995-2003. Luas tanah milik perusahaan ini adalah 104 hektar, membentang sepanjang 5 kilometer Tanjung Katung.
Berdasarkan data Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan tahun 2002, PT Meranti Mustika dinyatakan masih aktif hingga Juli 2001. Aktif dalam artian masih memproduksi kayu, baru kemudian di tahun 2003, produksi kayu lapis perusahaan ini berhenti sepenuhnya lantaran pailit. Jatah Produksi Tebangan (JPT) perusahaan ini sebesar 61.586 m3 per tahun.
Wilayah HPH PT Meranti Mustika Plywood tersebar di berbagai daerah. Nama nama kota kecil seperti Sangai, Kuayan, Keminting, Sebabi hingga Parenggean menjadi tempat dimana bahan baku pabrik pengolahan kayu ini berasal. Sekali datang, ribuan batang kayu yang didominasi oleh jenis Meranti dihanyutkan dari udik (sungai hilir). “Kalau kayu sudah datang, sepertiga lebar sungai Mentaya penuh dengan gelondong kayu,” ujar Rahmadi, dia sempat bekerja sebagai nakhoda togboat dan operator hoest di PT MMP.
Kayu-kayu itu lantas diraup menggunakan mesin hoest (sejenis crane) lalu dimasukan ke areal pabrik untuk dikeringkan menggunakan mesin blower. Semuanya menggunakan mesin otomatis, hanya diperlukan beberapa operator untuk mengoperasikan kenop kenop kendali. Output perusahaan yang mengantongi SK HPH nomor : 1001/kpts-VI/1999 ini adalah plywood. Plywood adalah kayu lapis, hasil olahan kayu di pabrik ini diklasifikasikan berdasar tingkat kualitas. “Grade A dan B untuk ekspor, grade C untuk konsumsi lokal,” tambah Rahmadi.
Kayu-kayu yang masuk disortir berdasar diameternya. Kayu dengan panjang 25 meter ke atas dijadikan bahan baku untuk kayu lapis dan paper overlay. Paper overlay adalah lembaran pelapis yang terbuat dari kayu, bentuknya tipis dan berserat. Sementara sisanya, yang berukuran 25 meter ke bawah, akan diracik dan dijadikan blockboard, semacam papan tebal yang memiliki ketebalan 23-27 mili, biasanya dijadikan bahan pembangunan lantai.
Kayu lapis adalah komoditas terbesar yang diproduksi oleh perusahaan yang kolaps selepas kerusuhan ini. Kayu plywood keluaran perusahaan ini memiliki panjang 8 ft dan lebar 4 ft (kurang lebih 2,44 kali 1,22 meter) . Areal tanah yang dimiliki oleh PT MMP mencapai 109 hektar dengan panjang lima kilometer, membentang di sepanjangTanjung Katung. Perusahaan pengolahan kayu ini memiiliki 5000 bahkan lebih karyawan. Pekerja dibagi menjadi tiga shift, 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, pabrik ini nonstop mengolah kayu.
Areal kerja dibagi menjadi tiga. Perkantoran, gudang logistik dan pabrik pengolahan, kantor berada di bagian tengah, ditandai dengan dermaga kecil tempat karyawan kantor menyeberang. Dua dermaga besar menjadi gerbang untuk dua bangunan yang mengapit perkantoran. Sisi kanan dermaga pabrik, sisi kiri dermaga gudang. Gudang yang terbuat dari kayu itu membujur ratusan meter, disinilah kayu-kayu gelondong yang tiba dan di-hoest ditampung sebelum diangkut ke pabrik. Sedangkan dermaga kanan berfungsi sebagai tempat kapal-kapal besar mengangkut hasil akhir olahan pabrik.
Njoto Soenarto , Sangat Royal Pada Karyawan
Njoto Soenarto (Sunarto Nyoto) adalah warga Singapura yang menjadi warga Indonesia dan berdomisili di Jakarta. Di tangannya, PT Meranti Mustika Plywood berkembang menjadi perusahaan pengolahan kayu terbesar se Kalimantan Tengah. Di mata para karyawan, sosok Sunarto Nyoto adalah seorang yang royal terhadap karyawan.
Ada tiga cabang perusahaan pengolahan kayu milik Sunarto Nyoto yang berdiri di Tanjung Katung. Yaitu PT MMP, PT Kayu Tribuana Rama (KTR) I dan PT KTR 2. Ketiganya bergelut di bidang pengolahan kayu.Yang berbeda adalah hasil produksi. Jika PT MMP menghasilkan kayu lapis, PT KTR I dan II memproduksi sound timber dan moulding. Semuanya kualitas ekspor.
Untuk mengakomodasi 5000 karyawannya, PT MMP membangun perumahan yang berlokasi di Tanjung Katung. Ribuan rumah beratap asbes dan berbahan baku kayu berjejer rapi di bagian utara Tanjung Katung. Fasilitas penunjang lain juga didirikan untuk karyawan. “Soalnya, pak Nyoto menjalankan pesan almarhum ibunya, untuk selalu peduli sama karyawan,” ungkap Sunarti, seorang penduduk yang penulis temui pagi itu di perumahan PT. MMP.
*bekas bangsal kesehatan yang sekaligus berfungsi sebagai posyandu*
Mulai dari sekolah, masjid, posyandu hingga puskesmas berdiri di sudut-sudut perumahan. Semuanya diberikan untuk karyawan kelas tiga pabrik pengolahan kayu. Sementara untuk karyawan kantor, memiliki bentuk rumah yang berbeda. Rumah Ir. Arman, Manager Produksi PT MMP misalnya. Berada di tengah perumahan karyawan, rumah ini dulunya dihuni oleh Ir Arman di tahun 1990-an. Dengan kontur modern dan berstrukstur kayu, kediaman manager ini lekat disebut sebagai ‘rumah insinyur’ oleh warga lokal. Untuk engineer asing, ditempatkan di mess khusus, dekat areal perkantoran. Misalnya mess yang diperuntukkan bagi engineer dari Korea, di sebelah gedung kantor utama.
Edy Susanto adalah contoh lain, ia yang dulu bekerja di bagian logistik ini mengaku merasa sangat nyaman bekerja di bawah pimpinan Sunarto Nyoto. “Mulai dari tunjangan beras, kesehatan, lembur, uang makan, transportasi hingga jatah libur diberikan oleh pak Nyoto,” ujarnya. Namun kemudian, ketika PT MMP sedang jaya-jayanya, tampuk kepemimpian dilimpahkan ke tangan Ir. Tandiono.
Pada era kepemimpinan Ir. Tandiyono inilah, PT MMP mengalami kemunduran, hingga akhirya pada tahun 1995, PT MMP menjual semua asetnya ke tangan PT Industri Kayu Meranti Mustika (IKMM). “Ketika dipimpin oleh Ir Tandiono, jatah, tunjangan, sudah tidak ada lagi,” ungkap Rahmadi.
Hanya berselang enam tahun lepas pindahnya tampuk kekuasaan ke tangan PT IKMM, perusahaan kayu yang beralamat di Jl. Cempaka Putih Tengah II/1 Blok B 5-12 Jakarta inipun kolaps karena terlilit hutang bank pada tahun 2003. Di tahun 1999, luas HPH PT MMP sebesar 46.879 hektar. Jumlah ini lantas menyusut menjadi 33.498 hektar di tahun 2001. Tahun 2007, luas hutan PT Meranti Mustika tinggal 32.491 hektare.
Pukulan bertubi menimpa kerajaan kayu Meranti Mustika. Pertama, adanya konflik etnis di tahun 2001. Mayoritas karyawan pabrik pengolahan adalah suku Madura. “Pas kerusuhan habis karyawannya ngungsi semua,” ujar Edy. Kedua, faktor perizinan, saat itu HPH Meranti Mustika telah habis. Ditambah dengan keadaan perindustrian kayu yang sedang sulit di era 2000-an, PT IKMM menjadi enggan memperpanjang izin HPH mereka. Ketiga, faktor pailit, perusahaan disita bank karena perusahaan tidak mampu membayar pinjamannya.
Apa Yang Terjadi Kini?
Terlilit hutang dengan Bangkok Bank Jakarta pada tahun 2005, membuat PT IKMM harus menjalani sidang di pengadilan negeri Palangkaraya. Seluruh aset, baik bangunan maupun tanah PT IKMM disita oleh pengadilan. Kepala PN Palangkaraya, Partomuan Sihombing, memutuskan untuk mengajukan permohonan lelang ke Kantor Penagihan Piutang Lelang Negara (KP2LN).
Pengajuan lelang dicetuskan karena sebanyak 912 karyawan (yang tercatat) belum menerima uang pesangon. Yang dilelang adalah mesin pengolahan kayu. Pada tahun 2007, PT Tuti Ekspresindo yang bergerak di bidang pembelian limbah, memenangkan lelang dan membelinya seharga Rp 13,5 milyar.
Nasrudin, seorang karyawan PT IKMM mengaku hanya mendapat uang pesangon sebesar Rp 5,5 juta. “Seharusnya, dilihat dari peraturannya, saya dapat Rp 15 juta,” ujar Nasrudin yang berdomisili di Tanjung Katung ini. Total dana yang digunakan untuk membayar pesangon karyawan memakan biaya Rp 5,5 milyar.
Kemudian sejak Oktober 2009 tahun lalu, Bangkok Bank memutuskan untuk membongkar sisa-sisa pabrik. “Saya ditunjuk Bangkok Bank untuk meratakan tempat ini,” ujar H. Rudi Sukamat, pemborong dari Jakarta. Sudah 90 persen bangunan yang diratakan, yang tersisa tinggal area perkantoran dan mess Korea. Begitupun dengan dermaga kiri tempat gelondong kayu diangkut ke dalam gudang logistik. Dermaga besar yang berkonstruksi kayu ini sudah hancur.
*Yang tersisa dari pembongkaran bangunan pabrik kayu*
Sementara gudang logistik dan pabrik pengolahan, sudah rata dengan tanah, besi besi raksasa yang menopang bangunan ini dipilah dan ditumpuk di dermaga kanan, menunggu pembeli. Total 70 pekerja dikerahkan untuk membongkar bangunan yang luasnya mencapai 5 hektar ini. Tanaman rambat liar merangsek disela sela gedung yang sebagian sudah runtuh sejak tahun 2007 itu.
Keadaan ini dikeluhkan oleh pemborong, banyaknya besi yang berserak di lokasi pembongkaran mengundang oknum warga untuk menjarah besi besi tersebut. “Padahal saya sudah bayar ke polres itu, tapi tetap saja ada yang menjarah,” keluh Rudi. Ia memperkirakan lima bulan lagi baru pekerjaannya meratakan Meranti Mustika selesai sepenuhnya.
Saat ini, tidak banyak yang tersisa dari perusahaan ini. Hanya perumahan yang masih bertahan. Itupun sudah banyak yang ditinggalkan penghuninya. Ribuan rumah yang berjejer rapi itu kini hanya dihuni segelintir warga. “Cuma tinggal beberapa puluh kepala keluarga saja yang tinggal disini sekarang,” ujar Sri, seorang guru SMP Meranti Mustika. Tampak rumah-rumah kayu yang telah dihancurkan di sepanjang jalan setapak kompleks perumahan.
Perusahaan yang bangkrut secara otomatis membuat ribuan karyawan kehilangan mata pencaharian. Sebagian mereka memutuskan untuk pindah ke Sampit ataupun bekerja di perusahaan sawit. Kompleks perumahan yang semula ramai berubah menjadi kota mati, sepi sekali. Bangunan puskesmas dan posyandu, sudah hancur, doyong nyaris runtuh. “Dulu, setiap pagi Sabtu, posyandu ini ramai,” ujar seorang warga sambil menunjuk ke halaman gedung posyandu yang sekarang disesaki pohon pisang.
SMP Meranti Mustika sempat memiliki pamor di tahun 1990-an. SMP swasta yang didirikan oleh PT MMP ini kerap berlaga dan menjuara di lomba-lomba baik tingkat akademik maupun atletik. Namun saat ini, gedung SMP yang merangkap SD dan SMK ini sudah nyaris rubuh. Plafon-plafon menjuntai malas, dinding-dinding yang mulai lapuk, jelaga yang bertumpuk di sudut-sudut atap menjadi bukti betapa jauhnya sekolah ini dari pemugaran.
Sama halnya dengan masjid Baiturrahman, masjid yang telah berdiri sejak 1988 ini nyaris tidak pernah diperbaharui. Terakhir bantuan diberikan oleh pemerintah daerah sejumlah Rp 5 juta, itupun hanya cukup untuk memperbaiki sebagian atas masjid yang berlubang lubang dimakan usia. “Masjid ini dulu selalu ramai, ada TK Al Quran juga, tapi sudah tutup,” ujar M. Zainuddin, kaum masjid. Menjelang Magrib, hanya segelintir warga menyambangi masjid ini, kontras dengan keadaan di masa lalu.
***
*Beberapa foto yang saya ambil di Tanjung Mas, Maret silam*
*Terbit untuk Surat Kabar Harian Radar Sampit, 15 Maret 2010
Thursday, December 16, 2010
Tentang Menikah dan Keharusan Kuliah

Tuesday, December 14, 2010
Resolusi 18
Friday, December 10, 2010
Kematian
Ini dia yang saya tulis dalam chapter terakhir dalam naskah proyek tulisan saya akhir2 ini:
Wenggini menghambur berlari menuju Sloan, tak pernah ia berlari sekuat itu dalam hidupnya. Pria itu kini tampak kurus, pipinya tirus dengan rambut acak acakkan. Gelayut lelah menghitam di bawah matanya yang tertutup kacamata.
“Wengi?” bola mata Sloan membesar kala melihat perempuan yang namanya selalu ia bisikkan sepanjang waktu itu. Kini keduanya berhadapan, saling menatap. Keduanya mengejar 23 tahun yang terlewat. Wenggini kembali menjadi gadis 19 tahun yang lugu dan Sloan kembali menjadi pria 30 tahun yang gagah, berbalut jas dan dasi serta kacamata berbingkai emas.
Sloan mendekap Wenggini sangat erat sambil menggumamkan nama perempuan itu berulang ulang. Ia elus rambut Wenggini, mengecup keningnya berulang ulang. Wenggini menangis dalam dekapan dada Sloan. Ia tak peduli, tak pernah peduli pada waktu yang terbuang untuk menunggu pria itu.
Ia kini membayar rindunya. Mereka berpelukkan hingga terdengar rentetan senapan. Senapan mesin, terdengar ditembakkan ke arah massa yang masih menggumpal di depan pengadilan. Pria bertopi baret berlari ke arah Wenggini dan berteriak teriak.
“Lari! Mereka menembaki kawan kawan kita di gedung presiden, semua dipukul mundur, yang mati tak terhitung, banyak! Cepat!,” pria itu berlalu dan mengajak massa untuk menyelamatkan diri. Ada puluhan tubuh yang tumbang dihantam peluru. Di tengah jalan, Wenggini melihat mobil jeep yang memuntahkan peluru.
Sloan menarik tangan Wenggini, di ajaknya perempuan itu berlari selamatkan diri. Keduanya berdiri di titik bidik pria pria bersenapan. Wenggini menggeleng, dilekatkannya pelukan terhadap pria itu.
“Saya lelah berlari, saya ingin merdeka,” bisiknya di dada Sloan.
Sloan tantas mengenadah, menatap lagit. Warnanya begitu biru, matahari meredup, udara terasa sejuk. Rentetan peluru masih berdesing terbang.
“Kita merdeka, Wengi, murka orang orang di negara ini tak akan mampu dibungkam peluru. Kita merdeka”
Dor.
Entah dari mana datangnya. Mungkin dari pria berseragam yang menudingkan senjata ke arah mereka berdua.
Dor.
Tubuh Sloan limbung, darah mengucur dari lubang di belakangnya. Wenggini batuk, ada darah yang keluar. Dua peluru yang menembus dada Sloan, menembus jantungnya.
Keduanya saling menatap, masih berpeluk.
Langit kian gelap, rintik turun sesekali. Peluru masih berdesing sesekali.
Ada dua mayat, saling berpelukan.
Matanya menatap mata yang berpejam.
Bersuara.
“Kita merdeka”
***
yak. Gw MEMBUNUH kedua pemeran utama!! *ketawa setan*
Well, selamat Jumat. Saya harus kembali ke tumpukkan kertas dan tinta tinta. Menggarap event akhir taun. bubye!
Wednesday, December 08, 2010
Distraksi
Oke, kabar baru dari saya :
Tanggal lima desember lalu, kakak Menikah.
Terus tetangga depan rumah meninggal sehari sebelum resepsi. Ini ironi, kawan..
Well, seperti yang saya bilang, tidak banyak yang ingin saya sampaikan, yang pasti..
Selamat Twitteran Lagi!!!
Friday, December 03, 2010
Fuzzy Friday
Kakak saya akan menikah hari minggu ini, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke 26. Kakak selalu bilang beliau lega, akhirnya melepas lajang di usia yang relatif tidak terlampau tua. Orang tua, sanak saudara juga lega, kemungkinan punya anak perawan tua di keluarga berkurang. Saya mungkin masih belum cukup tua untuk mengerti mengapa orang orang tua yang notabene masih teguh pegang adat seperti orangtua saya, begitu paranoid dengan label 'punya anak perawan tua'.
Apakah mungkin lantaran stigmasi sosial yang terbentuk kemudian? atau sang orang tua khawatir anak perempuannya yang belum juga menikah akan mengundang ghibah? (buset, gw semacam doyan sama kata ghibah akhir akhir ini :P) hahaha, saya hanya khawatir, suatu saat nanti, saya akan menikah bukan untuk alasan ibadah ataupun kehendak saya dari hati. Tapi berasal dari gesekan dan paksaan halus dari keluarga dan dunia sosial.
Damn, kadang ada harga yang harus dibayar untuk hidup bareng bareng manusia.
eh, ini foto yang saya ambil di daerah blauran. Kawasan lapak lapak PKL di daerah jantung kota Sampit.
Eh, liat juga apa yang saya temukan pas bongkar bongkar loteng kemarin.
C'est la Vie!!
Thursday, December 02, 2010
Menghajar Minggu!
Ntar mau dikirim ke publisher di bandung, milik kawan. Semoga layak terbit, hehehe.
Dua bulan yang benar benar menguras kepala. Hahahaha, baru kali ini saya baca buku paket sejarah SMA dan beberapa buku lain demi sebuah karya fiksi. Ntar mau dikelarin lagi. eh, saya juga nemu foto pas siaran di komputer radio.
Dan jangan bilang foto ini yang bakal dijadiin pamflet program T_T
lesson of today:
"Setiap ghibah yang orang lain berikan padamu, akan memotong pahala 70 sholat fardhu si pelaku ghibah."
Jadi guys, banyak banyakin ngomong hal jelek tentang saya doonggg :P
Wednesday, December 01, 2010
Di Manakah Tuhan Saya?
Usia bertambah, orang tua saya masih berfikiran kaku tentang tuhan dan dogma dogma agama. Tidak hanya agama, saya mulai mempertanyakan takhayul dan pamali pamali yang dipercayai lantaran merasa takut. Ibu saya selalu bilang di kebun pisang ada hantu. Sayapun mempertanyakan dan ingin tahu apa benar ucapan ibu saya itu. Untuk mencari jawaban atas rasa ingin tahu, saya harus membebaskan diri saya dari rasa takut. Malam itu saya berkemah di kebun pisang dan saya sakit kuning selama tiga hari. Istilah banjarnya : kepidaraan.
Tapi setidaknya saya tau, itu harga untuk jawaban rasa ingin tahu saya. Orangtua saya bukanlah tipe orangtua yang memukul anaknya kala tak sholat. Meski ayah saya ikut lembaga masjid dan menjadi pengurus surau, beliau selalu bilang bahwa saya akan tiba pada titik pencarian tuhan. Kala itu, ayah saya hanya bilang :
Yakini dengan hati
Saya masih gemar bertanya tanya hingga bangku SMP, SMA, hingga lulus. SMA kelas dua, saya memutuskan untuk mendalami ilmu tasawuf. Tentang syariat, tarekat, makrifat, dan hakikat. Peleburan diri pada Allah. Jujur, saya mengalami masa ‘damai’ dalam hidup saya. Saya menjadi berdamai dengan segala keadaan di sekitar saya, saya bahkan tidak lagi sibuk mempertanyakan hal hal duniawi. Saya sibuk mencintai Allah.
Hingga kemudian saya mengetahui bahwa ‘dunia’ itu tidak hanya Sampit-Rumah-Saya-Allah. Ada bentangan luas dunia dengan berjuta kompleksitas dan kerumitan agama, keyakinan dan aturan. Di tahun ketiga SMA saya, sayapun mengurungkan niat untuk mengenakan jilbab dan merefleksi satu pertanyaan dalam diri saya:
”Apa yang akan terjadi pada umat agama lain yang telah melakukan kebaikan dalam hidupnya?”
Tentu, pola pertanyaan itu akan membuat orang menyimpulkan bahwa saya ini seorang yang menganggap semua agama sama saja. Saya kemudian mengambil simpulan yang saya yakini hingga saat ini : bahwa tuhan akan berlaku baik pada siapa saja. Sekarang apakah ‘tuhan’ yang saya maksud adalah ‘Allah?” saya coba ketuk ketuk hati saya, tempat tuhan berada, saya ternyata tak mampu temukan jawabanya.
Ayah saya datang ke kamar, suatu malam. Beliau tau saya sedang mempertanyakan tuhan. Buku buku keagamaan saya tinggalkan, saya tanyakan pada ayah : “Abah, apa benar kita boleh paksa orang untuk ikuti aturan beragama?”
Jawaban ayah menyadarkan saya:
“Nak, abah nanti akan pertanggungjawabkan dosa abah pada Allah atas perbuatanmu. Tapi itu resiko yang abah ambil sebagai orangtua. Sekarang, kamu tidak perlu masuk agama manapun untuk mencari tuhan, tuhan letaknya ada di dalam hati, bukan di patung yesus maupun surban kiai,”
Abah saya diam, cukup lama. Dan sejak itu, saya berdamai dengan dogma agama. Saya sholat, ngaji dan puasa semata lantaran saya ingin ketemu tuhan. Saya baca injil, untuk puaskan pengetahuan saya. Saya sudah berdamai dengan kutex, cat rambut, menstruasi, qunut dan aturan agama lainnya. Saya berdamai dengan aturan agama. Apakah lantas ketika saya tidak memperkarakan syariat, saya tak berhak bertemu dengan tuhan? :)
Tanpa larangan benar salah yang di dogmakan islam, apakah sekarang saya sudah menjadi seorang bejat dan tidak bermoral? Alhamdullillah, saya belum ketangkapan melakukan zina dan perbuatan kaum jahiliyah lainnya yang anda sangat murkai. Saya punya moral, self awareness, dan ketaatan atas kesepakatan bersama antar manusia yang bertuai menjadi undang undang.
“Anda ini bagaimana sih, hukum bikinan manusia anda taati, tapi hukum agama malah diabaikan,”
Saya tetap peduli dengan hukum agama. Banyak point kehidupan yang tak ditangkap hukum masyarakat. Dalam agama saya tidak boleh durhaka, jangan munafik, tidak bersekutu dengan setan, dan lain sebagainya. Dogma agama, layaknya hukum masyarakat, akan saya pilah dan cerna kembali. Yang saya yakini akan bermanfaat, saya ambil, yang tidak bisa saya yakini, akan saya tinggalkan sementara sambil terus saya pertanyakan.
Sesimpel itu, hubungan saya dan tuhan.
Tapi entah mengapa, dan ini yang membuat saya kecewa, pandangan saya tentang tuhan dan agama kerap diinterpretasikan sebagai suatu kesalahan yang harus dibenarkan. Orang orang se agama, sesama muslim, merasa wajib membetulkan keyakinan saya. Ayah saya yang sedari kecil merawat saya saja tidak pernah menghakimi saya atas apa yang saya yakini, beliau selalu bilang, hanya Allah yang berhak menghakimi seseorang.
Dan demi tuhan, saya akan sangat marah jika anda sebut ayah saya telah gagal membimbing saya.
Mereka, tidak mengenal saya, tidak mengerti hubungan saya dengan tuhan. Datang tanpa diminta dan mencecar keyakinan saya. Saya disudutkan tanpa sebab. Apa yang saya maksudkan bisa anda baca di postingan ini. Saya memerdekakan pikiran saya. Saya berfikir untuk diri saya sendiri. Dan tidak ada yang salah dari berfikir merdeka. Saya akan terus bertanya, untuk mencari jawabannya, saya harus melepaskan belenggu rasa takut atas dogma agama. Jawaban yang saya dapat, insya allah, akan selalu membuat batin saya puas, dan keyakinan saya semakin kuat.
Musa berkata: “Aku punya pesan penting untukmu. Tuhan telah berfirman kepadaku bahwa tidak diperlukan kata kata yang indah jika kita ingin berbicara pada-Nya. Kamu bebas berbicara kepada-Nya dengan cara apapun yang kamu sukai, dengan kata-kata apapun yang kamu pilih. Karena apa yang aku duga sebagai kekafiranmu ternyata adalah ungkapan dari keimanan dan kecintaan yang menyelamatkan dunia”
-The Road to Allah, hal 24-
Mungkin saya harus belajar imannya orang bisu. Ia tak susah payah buktikan pada orang lain bahwa imannya paling benar. Ia juga tak pernah berteriak lantang pekikkan nama tuhannya. Cukup di yakini dengan hati. Apakah lantas saya memproklamirkan diri sebagai sufi? Tidak, saya tidak semulia itu, saya ini masih sangat penuh dosa dan hina di mata Allah. Saya tak layak masuk ke jajaran kekasihnya, para sufi. Saya hanya tau satu. Tidak ada yang salah dari berfikir merdeka, tuhan tak ciptakan otak untuk disia siakan.
Tentu, otak tetap harus berjalan sejajar dengan nurani. Selama hati saya yakin dengan apa yang kepala saya katakan, anda mau apa?