Metal, Harga Mati!
Di tengah gempuran band beraliran pop-melayu, band beraliran metal seolah tersisihkan dan terancam mati. Di antara yang sedikit itu masih ada yang bersikap idealis dengan mempertahankan aliran metal sebagai perlambang diri.
HINGAR bingar musik keras menghentak di sebuah rumah di dalam gang sempit, inilah rumah Upi. Sepintas mereka terlihat seperti kumpulan anak biasa yang kerap nongkrong tengah malam. Namun, ada yang membedakan mereka dengan komunitas nongkrong lainnya. Mereka adala anak nongkrong dengan selera musik metal.
Diawali dari hobi bermusik yang sama, mereka lantas membuat grup band. “Dulu kita sempat ngeband juga, spesialisasi kita adalah lagu Dream Theater dan Power Metal,” ungkap Ari sang bassis. “Tapi sekarang kita udah bubar, kadang-kadang juga main walau hanya sekedar jamming atau membedah lagu baru,” lanjutnya.
“Di Sampit sendiri penggemar musik seperti ini belum terlalu banyak. Selera pasar masih pop melayu, sekadar keras pun, paling cuma Avanged Sevenfold,” ungkap Upi diamini Ari.
Ketika ditanya alasan mereka menyukai musik keras, mereka punya jawaban unik. Mereka mengataknya satu-satunya jenis musik yang mampu mewakili perasaan mereka hanya musik metal. “Musik metal adalah wadah mengasah kemampuan karena musik ini memerlukan skill dan teknik yang tinggi untuk dimainkan,” kata Ari menambahkan.
Uniknya, kelompok ini hanya terlihat ketika menjelang tengah malam, tepat ketika kota ini mulai terlelap. “Biar matching aja, metal kan biasanya suka yang gelap-gelap,” seloroh Adul, salah seorang “founder” kelompok ini. “Kalo siang kita ‘kan kerja, biarpun rebel tapi kita tetap realistis kok,” ujar Ari menengahi.
Koran ini tergelitik untuk bertanya mengenai tanggapan orang lain atas kebisingan mereka di tengah malam, mengingat lokasi nongkrong mereka berdekatan dengan rumah penduduk. ”Kita berkawan dengan preman kampung, jadi gak mungkin ada yang protes,” ucap Adul.
“Tujuan kita jelas, kita pengen biar anak Sampit ga terpaku pada pola musik yang sama, bosen kalau ada parade band lagunya itu-itu mulu,” Ari menanggapi lebih jauh. Kalau begitu bukankah lebih baik jika dibentuk komunitas agar lebih dikenal dan dapat merekrut anggota baru? ”Kalau bicara long term-nya, kita memang punya rencana membentuk komunitas, tapi nanti menunggu musik metal lebih dikenal di sampit. Untuk sekarang, kita jalan dengan anggota segini aja dulu, yang penting solid,” terang Upi.
“Males banget bikin komunitas tapi enggak longlasting, kita ga mau latah kaya komunitas-komunitas lain yang banyak muncul sekarang ini, tapi unjung-ujungnya bubar,” tambah Ari.
Ditanya lebih jauh tentang musik yang mereka sukai, jawaban dari mereka pun beragam. “Aku pribadi lebih ke genre Deathcore dan Metalcore, seperti Trivium, BMTH, Suicide Silence, dan Bullet For My Valentine, Ari sama Adul sukanya genre Heavy Metal dan Thrash Metal, seperti Metallica, Megadeth, Power Metal, Sepultura dan Anthrax, kalau teman kita yang cewe, senengnya genre Technical Deathmetal sampai Brutal Deathmetal, yang growlnya inhale, parah dia mah, senengnya Necrophagist sama Pyrexia,” ujar Upi panjang lebar menjelaskan kegemaran masing-masing temannya.
Mereka sangat mengandalkan internet untuk memenuhi kebutuhan mereka akan materi lagu. “Di Sampit belum ada toko kaset yang mumpuni untuk kaset metal, radio pun sama, tiap kita request jawabannya pasti belum ada,” ujar Adul. “Kalo ga ada internet, ga tau deh, mungkin kita juga bakal jadi alay penggemar Kangen Band hahaha,” kata Ari seraya tertawa.
Koneksi dan jaringan pertemanan yang baguspun punya andil dalam hobi mereka ini. “Temen-temen di luar Sampit juga cukup membantu, kita sering dikirimin data cd dari Bandung, Banjarbaru dan Pontianak,” lanjutnya. “Harapan kami ke depan sederhana semoga musik metal mendapat tempat di hati masyarakat, semoga kasus bank Century cepet kelar, semoga saya cepat kawin, amin!,” canda Ari mengenai harapan mereka ke depannya.
Ketika ditanya mengenai pesan-pesan mereka untuk anak muda kota Sampit, serentak mereka menjawab, ”Lontong Tahu Telornya tiga, ga pake cabe!”.
No comments:
Post a Comment