Menjelang akhir tahun, seperti biasa resolusi saya tahan hingga ulang tahun di Januari nanti. Namun semangat untuk ikut menikmati euforia menjelang akhir tahun turut melingkupi saya. Semacam kaleidoskop -sebab saya tak bisa membuat mixtape- terkait lagu lagu favorit di tahun ini terluncurlah. Beserta sedikit ulasan yang keseluruhannya berdasarkan pada alasan melankoli. Enjoy~
Waktu itu Januari, Cipete tengah malam. Menyelesaikan download untuk album rilisan 1997 ini. Skip setelah seperempat lagu menuju lagu selanjutnya, selanjutnya, lalu "Eh, ini yang jadi opening song House season 6!" lalu dicopy ke dalam mp3 player, dan bertahan hingga sekarang. Sesekali didengarkan saat dalam perjalanan pulang siaran, menuju magrib.
Seorang kawan di twitter memposting lagu ini akhir Januari. Merasa punya koleksi the Doors dalam HDD, menemukan judulnya dan memutarnya setengah jalan. Lalu bersemayam dalam perangkat pemurtar lagu hingga berbulan bulan kemudian lagu ini terputar. Tepat saat saya makan sendirian di Citos, tengah siang, sambil memperhatikan ornag orang yang sibuk dengan gadgetnya di Starbuck seberang.
3. The Beatles - Eleanor Rigby
Nasibnya serupa dengan lagu di atas, dimiliki namun tak tersentuh. Cipete tengah malam, sambil ngomong di depan kaca. "Aaaa look at all the lonely people.."
Episode ke empat Revenge. Emily van Camp punya pesonanya sendiri. 12 mei, sepanjang Jakarta - Bandung lagu ini terulang ulang. Meruntuhkan semua minat saya untuk berpengharapan tinggi. Toh kita semua bakal mati dan tergeletak di Riverside, kan?
Lagu milik Radiohead yang dibawakan dengan cantik. Ingrid sudah membuat saya jatuh cinta pada nomor duetnya bersama Sara Bareilles - Winter Song. Tidak pernah merasa cocok dengan versi aslinya. Terlalu bising untuk lirik seperti itu :P
Tidak hanya di tahun ini sebenarnya, tepat saat saya membeli album Visible Idea of Perfection dan jatuh cinta kepada mereka tiga tahun lalu, lagu lagunya adalah teman yang baik dengan Live in New York menjadi yang terfavorit. Terlepas dari sederet argumen soal The SIGIT sudah banyak berubah, Mosque Song, Verge of Puberty dan Soul Sister tetap menjadi yang paling berhasil untuk urusan melemparkan kekangenan kepada kawan kawan di masa silam. Duduk di trotoar, jalanan sunyi dan kita yang mereka ulang video klip Horse.
Tidak ada yang melebihi rasa nyaman bercampur tersipu saat saya mendengarkan lagu ini. Saya mengingat siang siang panas di Sampit, baru lulus sekolah. Mendownload lagu lagu Iwan Fals dan keroncong demi membangun mood mengetik Senja Merah. Sungguh ini berhasil, saya yang tidak memiliki bayangan apapun terhadap Indonesia di tahun 60an, terbayar dengan penggambaran Ismail Marzuki atas Aryati. Menjadikan Sloan pria yang gagah nan pujangga bertemu Wenggini perempuan pemalu namun raksasa jiwanya. Lagu ini juga selalu mengingatkan saya pada trilogi cerpen Seno Gumira tentang penembak misterius. Cerpen Keroncong Pembunuhan memuat penggalan lirik lagu ini.
8. Nat King Cole - Smile
"Sebab saya harus selalu tersenyum. Ya kan, kamu?"
Menemukan kembali lagu ini dalam mixtape bikinan young-lad.blogspot.com. Sebelumnya saya cuma mengingatnya sebagai salah satu soundtrack untuk film Cold Feet. Menjadikannya lagu yang paling sering saya nyanyikan di kamar mandi seminggu belakangan.
Though love is blind, make up your mind, I've got to know.
Should I hang up, or will you tell him he'll have to go?
10. Poomplamoose - Mister Sandman
Duo ini bisa jadi adalah harta karun dalam selancar saya di ranah youtube. Nyaris semua lagu yang mereka nyanyikan kembali saya suka. Vokal Nataly yang semilir renyah, effortless. Dalam EP (album?) berjudul Tribute to Famous People saya mengenal Mr. Sandman. Versi aslinyapun tak kalah apik, The Chordettes namanya. Bisa diliat di sini
11. Florence and the Machine - Shake it Out
Florence Welch punya suara yang hebat. Momentum kepergian saya dari Jakarta diliputi gema lagu ini dan beberapa dari album Ceremonials. Ditimpa tambahan nomor dari Feist, saya belum pernah seringan itu setelah melepas sesuatu.
12. Neil Young - Only Love Can Break Your Heart
Yang menenangkan saya saat patah hati adalah waktu. Untuk mundur, memikirkan soal kenapa -sukur sukur berujung introspeksi- dan melangkah kembali. Lagu ini adalah pembenaran sekaligus penyemangat. Bersyukurlah sudah patah hati karena hanya cinta yang bisa membuatmu begitu.
Outro:
Sekali waktu, dalam lembaran buku tentang indie saya membaca sebuah artikel tulisan kurator musik ibukota. Konon katanya, masalah terbesar generasi sekarang adalah mereka kurang mendengarkan musik musik bagus. Sayang saya harus tidak setuju. Musik, sama halnya seperti film, dan buku adalah medium penyampaian pesan oleh sang penciptanya. Bagaimana kemudian sebuah pesan tersebut rasuk ke pendengarnya adalah soal korelasi.
Belum pernah saya menyukai sebuah lagu untuk alasan "Ga tau, suka aja". Selalu ada alasan, semisal itu adalah band kawan, lirik yang kebetulan sama dengan kisah saya saat itu, atau ia berasal dari satu genre yang disukai. Maka tidak bisa mematok standar 'musik bagus' versi sendiri untuk didengarkan orang lain. Soal generasi ini akan maju atau tidak bukan soal musik bagus. Himne L'internationale itu ga banget buat saya, tapi toh ia berhasil menjadi latar musik untuk pergerakan di seluruh dunia.
Tenang saja bung. Generasi ini tidak akan runtuh hanya karena mereka berkerut keningnya kala mendengarkan Iron Maiden dan lebih memilih berdiri di barisan depan konser Big Bang. Selera setiap generasi akan terus berubah dan berapi api mencercanya tak akan menghasilkan apa apa.
Nikmati musikmu sendiri dan berhenti gaduh sebab, hey, tidak ada yang suka diusik pada saat tenangnya, kan?
Cetar membahana kakak!! :D
ReplyDeletesaya suka live in new york. rasa2nya saya juga mau bikin 'mixtape' tahun ini.
DeleteIlham : Sial. Syahrini seketika berkelebat di kepala saya.
DeleteDede : Hidup belum sah menjadi rokenrol kalau belum menerapkan lirik lagu ini ahhaha. Get girls left and right, gotta sleep all day and drink all night :))