Kawan baik saya semenjak SMA menikah, hari ini. Kami kawan baik yang kerap kali melewati masa susah senang bersama. Saya sangatlah turut berbahagia untuknya. Namun dengan sangat kurang ajarnya saya hanya singgah selama beberapa belas menit di resepsinya, dan menolak untuk berfoto bersama. Sungguh, saya meminta maaf untuk itu. Selamat menikah, Vina :) berbahagialah selamanya.
Seperti biasa, setiap kali menyaksikan peristiwa yang porsinya cukup besar dalam hidup seseorang (perceraian, pernikahan, seorang dekat meninggal dunia), sisi mellow-dramatis saya akan muncul tak terkendali. Ditambah, mungkin ini sebabnya, saya mengajak mama sebagai plus one dalam resepsi itu, tak pelak pertanyaan paling tersohor dalam abad modern; "Kamu kapan nyusul?"
Sekarang, di sela waktu siaran, saya menuliskan posting ini. Sekedar menegaskan betapa waktu sudah menjadi hal yang rancu untuk saya. Soal panjang dan pendek, pantas tak pantas, patut tak patut. Sebab saya dibesarkan dalam lingkungan kota kecil dan keluarga konservatif dalam hal agama, sedari kecil saya melihat pemandangan berupa sekurangnya seorang perempuan harus menikah sebelum usia 25 tahun, makin dini makin bagus.
Alasannya, agar si anak terhindar dari liarnya dunia luar, agar tak berzinah, mabuk-mabukan dan mencemarkan nama orangtua tentu saja. Tidak ada yang salah dengan menikah muda, andai saja saya tidak punya tanggungan mimpi yang meronta untuk dipenuhi, saya akan bersegera mencari jodoh dan menikah.
Sayangnya saya mengenal internet, berkenalan dengan orang orang dari kota besar yang dengan bersemangat menceritakan tentang begitu banyak hal yang ingin mereka lakukan dalam hidup sebelum akhirnya menikah. Ditambah dengan beberapa bulan tinggal di Jakarta dan bersinggungan langsung dengan orang orang hebat di bidangnya yang tidak begitu memusingkan soal menikah walau sudah lewat kepala tiga, walau ia seorang perempuan.
Poin saya bukan soal "Menikah di usia muda samadengan menutup kemungkinan untuk bersenang senang". Saya kenal beberapa orang yang hidupnya baik baik saja setelah menikah. Mereka naik gunung, ke pantai bersama, kemping dan travelling ke mana mana. Hanya saja, jika bagi saya sebuah hubungan berlabel pacaran saja adalah tiran, apalagi menikah? Yes, I've got lot of things to be fixed.
Tentang batas pantas tak pantas seorang perempuan memutuskan untuk tidak menikah dulu berada di beberapa layer. Usia 15, kalau tinggal di kampung Abah sebab tidak banyak yang bisa dilakukan selain menjadi ibu rumah tangga. Usia 24-25, kalau lingkungan middle class di mana sebaiknya pendidikan S1 selesai terlebih dulu. Infinity numbers kalau ia ingin menjadi individu merdeka yang melepaskan diri dari nilai nilai yang tidak datang dari dirinya sendiri.
Pada akhirnya, pertanyaan mama berjawabkan "Nanti, kalau udah tinggal di New York," tentu saja.
Tentang batas pantas tak pantas seorang perempuan memutuskan untuk tidak menikah dulu berada di beberapa layer. Usia 15, kalau tinggal di kampung Abah sebab tidak banyak yang bisa dilakukan selain menjadi ibu rumah tangga. Usia 24-25, kalau lingkungan middle class di mana sebaiknya pendidikan S1 selesai terlebih dulu. Infinity numbers kalau ia ingin menjadi individu merdeka yang melepaskan diri dari nilai nilai yang tidak datang dari dirinya sendiri.
Pada akhirnya, pertanyaan mama berjawabkan "Nanti, kalau udah tinggal di New York," tentu saja.
Hatta menjanjikan akan menikahi istrinya, kelak setelah Indonesia merdeka. Selama di Banda Neira, di pengasingannya yg sunyi bersama Sjahrir, ia hanya bisa menulis dan menulis. Tulisannya santun namun sarat akan cinta di tiap kata. Indonesia merdeka. Hatta menikah. Mas Kawin? Tulisan2 beliau yg dibukukan.
ReplyDeleteFragmen selanjutnya: Anak desa itu akan dinikahkan oleh ayahnya. Bupati Jepara telah bertemu dgn sang mantu, Bupati Rembang. Terjadilah apa yg kata orang nasib. Prototipe perempuan bebas lagi maju itu pun menyerah dan mangkat di semai sakit hati. 25 tahun hidup, habis gelap terbit lah terang.
Ah, apa pula maksudnya? Ga ada nan. Cuman saya sedang terkagum-kagum dgn riwayat hidup org2 besar. Mereka banyak menunda dlm urusan beginian. Urusan jodoh, urusan kasih mengkasihi, urusan berumah tangga. Mungkin Nani salah satunya. Dgn alasan kewajaran atau alasan lain.
Semoga lekas berangkat ke NY :)
Nani memang besar, Ham. Pengukur berat badan yang kerap berderik saat diinjaknya adalah bukti. Aku sih ga menunda jodoh yaaaa. Jodohnya aja yang belum ada. Sigh.
DeleteAmin, semoga lekas berangkat ke NY adalah caramu untuk mendoakan saya agar segera menikah kan? kan?