Monday, November 19, 2012

Buang Perangai dan Paku Picik

Apa istilah untuk seseorang yang ujug ujug bersikap baik di akhir hidupnya? Dalam bahasa Banjarmasin itu disebut buang perangai. Tiga paragraf cerpen muncul gara gara sepanjang akhir pekan memutar otak untuk mencari istilah yang benar dalam bahasa Indonesia. 
Semua perangai buruk harus termaafkan sebelum aku bunuh diri. Dua minggu berselang sejak keinginan itu datang dan aku kini tengah menanti bus yang akan membawaku ke kota tempat Ratri berada.

Ia temanku semasa sekolah dulu, sepuluh tahun yang lalu. Kekasihnya sempat kurebut atas nama kesal sebab nilai ujiannya selalu selangkah di depanku. Ratri marah besar, aku tak pernah meminta maaf. Selepas sekolah ia pergi ke luar kota, tidak pernah lagi kudengar kabarnya hingga halaman jejaring sosialku menautkan akun pribadinya.

Ratri kini telah memiliki dua anak dan sebuah butik, setidaknya itu yang kubaca di jejaring sosialnya. 
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTx4qwNj5v1-cmSZhOgO1QtLFWkHn1UBg6L3PSRLiTP1zn2ab9V
Paku Picik
Dan tentu saja, cerpen ini tidak dilanjutkan. Karena nenek moyang terbiasa membaca pertanda alam untuk memprediksi kapan harus melakukan sesuatu, perubahan perilaku yang mendadakpun diasosiasikan sebagai sinyal kematian. Because fuck logic and mathematical sense, right? lalu produk zaman modern serupa surat kabarpun memuat kalimat "Semasa hidupnya, korban dikenal sebagai seorang pemabuk namun tiga hari jelang kematiannya, ia kerap terlihat mengunjungi surau di waktu subuh" padahal bisa saja si korban numpang pipis, hangover berlebihan dan butuh tempat buat tidur atau, nyolong duit sumbangan, kan?

Istilah buang perangai dalam bahasa Indonesia belum ditemukan. Sama seperti paku picik, meski sudah menemukan istilah thumb tacks (meski lebih ke paku gabus dibanding paku picik) dan terasa lebih memuaskan daripada harus menggunakan bahasa Indonesia menjadi paku tekan (tidak satupun toko ATK yang mengerti), paku payung (yang kemudian mengalihkan saya ke toko bangunan terdekat) dan paku jempol (sebagian mengerti setelah saya peragakan cara penggunaannya)

 Sial, untuk berbuat baik saja mesti dikira tengah menuju mati. Bangsa pesimistis.




No comments:

Post a Comment