Postingan kali ini, saya tiba tiba terfikir tentang siapa yang ‘menggerakkan’ kita. Yang berbicara melalui kita, yang membut kita tertawa, menangis, bersuara, segalanya. Teori sains akan mengatakan semua itu merupakan reaksi neurotik yang kompleks pada otak besar yang memerintahkan syaraf untuk menggerakkan bibir, mengeluarkan suara, tertawa, semuanya.
Teori teologinya lebih kompleks lagi. Ada Tuhan dibalik semua kejadian. Manusia tertawa, menangis, bersuara, segalanya berkat ‘lillahi ta’ala’, kehendak Tuhan yang maha tinggi. Atas restu dan keinginan-Nya manusia berjalan, berfikir, berniat, berdetak dll.
Apakah juga Tuhan yang menggerakkan setiap perilaku cela manusia? Atau adakah konspirasi setan-malaikat dalam setiap tindakan yang manusia ambil?
Sebagai seorang realis-relatif, maka saya percaya pada teori sains yang sudah disepakati sebagai ke-be-nar-an dalam mengambil simpulan terhadap apapun (termasuk di dalamnya teori teori filsafat). Bahwa yang menggerakkan manusia adalah self-conscious, pertimbangan pribadi, dan reaksi tubuh atas perintah yang diberikan syaraf syaraf neurotik dari otak.
Bahwa tidak ada konspirasi setan-malaikat serta pihak ketiga dalam wujud yang menggerakkan manusia untuk berfikir, bernafas, mengunyah, berjalan, berbuat apapun. Sebagian besar merupakan tindakan natural yang terjadi secara begitu saja. Neither lantaran tubuh memang terbiasa melakukannya atau memang harus dilakukan demi stabilisasi organ tubuh (baca: denyut nadi, bernafas dan lain sebagainya)
Fokus saya kali ini, adalah apa yang menggerakkan pikiran manusia. Sebagai pusat gerak, tubuh harus diperintah oleh pikirannya. Mencuri, membunuh, tindakan tindakan yang disepakati secara sosial sebagai ‘perbuatan tercela’ itu tentu telah mendapat stimulasi dari pikiran untuk mencuri, membunuh dan sebagainya, oleh pikiran manusia.
Apa betul, tindakan jahat manusia digerakkan oleh setan? Sementara perbuatan baik digerakkan oleh malaikat? Saya, memilih untuk belum mempercayainya. Pihak ketiga yang menggerakkan manusia secara pasif untuk berfikir dan mencerna segala sesuatu itu berbentuk kasatmata. Pola pikir manusia dipengaruhi oleh lingkungan, latar pendidikan, asupan pengetahuan dan tentu saja: pengalaman hidup.
Keputusan yang diambil seseorang yang tidak pernah tau bahwa karbondioksida itu zat berbahaya tentu berbeda dengan keputusan seseorang yang mengetahui bahwa zat karsinogenik dari karbondioksida bisa memicu kanker dan flek paru paru saat keduanya sama sama dihadapkan pada masalah serupa: menyetujui atau tidak menyetujui pembangunan pabrik pengolahan Crude Palm Oil di dekat rumahnya, dengan iming iming kompensasi yang cukup besar.
Setidaknya itu merupakan contoh bahwa campur tangan pihak ketiga yang kasatmata (dalam hal ini pengetahuan) bisa membuat perbedaan dalam tindakan manusia. Simpulannya, ventriloquist saya adalah akal, nurani, asupan pengetahuan dan keinginan untuk terus berkembang.
No comments:
Post a Comment