Friday, September 02, 2011

September

Saya selalu suka akhir tahun. Sekarang sudah September. Selamat datang hari hari mendung dan cuaca sejuk :D September menjadi semacam pemisah antara musim kering dan musim basah. Selain itu, akhir tahun menyajikan banyak keriangan untuk saya nikmati.

Lebaran, ulang tahun kawan kawan baik, event event yang digarap radiopun biasanya memuncak di akhir tahun xD

Dan tentu saja, tahun baru hingga kemudian finalnya ulang tahun saya di 10 Januari. Saya memiliki banyak janji di tahun ini. Janji kepada orang lain dan juga diri sendiri. Self proclaimed bahwa saya akan menghilangkan semua cita cita jika nanti menginjak usia 20, janji untuk memberikan kehidupan yang lebih layak untuk saya dan orang tua.

Dan janji, untuk melupakan segalanya di belakang dan menseriusi kehidupan :D

Bulan bulan hujan di akhir tahun merupakan saat paling sempurna untuk kembali membenahi, memilah dan pelan pelan menjalankan kumpulan janji itu. Doakan sajalah, semoga beberapa hutang atas resolusi tahun tahun baru saya bisa terpenuhi.

Life been good so far. Lebaran yang lewat saya isi dengan reuni bersama kawan kawan SMA. Selama dua jam durasi silaturahmi ke rumah seorang kawan, saya mendapati bahwa saya tidak sepenuhnya bisa lepas dari menya menye masa lalu.

Saya yakin kawan jauh bernama Iiw akan memperkenankan saya mengkopi paste notes di facebooknya yang bernama Persona Non Grata di sini :)

KENANG-KENANGAN

by Persona Non Grata on Wednesday, 19 August 2009 at 14:14

Apa yang dicatat dari seseorang yang telah pergi? Mungkin tidak ada sepotong pun. Atau begitu banyak yang dicatat, sehingga kita menjadi selalu terbayang dengan catatan-catatan itu: sebuah kenang-kenangan yang begitu manis. Membuat hati terasa sakit karena kita terlalu mengenangnya.

Siapa yang pergi? Siapa yang memberi kenangan? Senantiasa terjadi di dekat kita, seorang teman pergi, pindah rumah, pindah sekolah, dan kita seperti tidak tahu kapan akan bertemu lagi. Bahkan mungkin tidak akan pernah. Begitu juga dengan teman-teman yang baru kita kenal dari berbagai jaringan pertemanan dunia maya, kadang ada yang hanya lewat berlalu begitu saja namun tak jarang juga ada yang singgah dan menggoreskan kenangan walau tak lama.

Sering pula kita merasa begitu kehilangan, dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Ketika itu, teman atau saudara kita dipanggil oleh-Nya. Sejumlah kenangan manis dan pahit melintas, lalu dengan terang benderang seperti berhenti di depan mata dan kepala kita. Bagaikan sebuah televisi besar.

Puluhan, ratusan, ribuan, bahkan mungkin jutaan orang pernah merasakan sebuah suasana hati yang sama. Yaitu ketika ia harus melepas seseorang yang begitu dicintai, di sebuah stasiun kereta atau terminal udara. Ia pergi dengan lambaian tangan yang makin lama makin menghilang. Lalu yang tinggal adalah derit rel atau desing pesawat terbang. Makin lama, makin perlahan. Lalu tinggal bau – semacam asap – dan akhirnya hening. Sepi.

Kita pun pulang, menapaki perjalanan, langkah demi langkah. Lalu, bagaikan membuka album, kita mengingat kembali segala yang manis dan pahit, yang dilakukan bersama. Ada sedikit perasaan menyesal, jika itu pernah membuat teman atau pacar kita sakit atau terluka.

Pada saat itulah kita seperti menengok ke belakang. Membuka album lama itu, melihat kembali kenang-kenangan itu, menatap balik saat indah dan buruk itu, apakah bukan berarti menengok ke belakang?

Banyak orang mengatakan, menengok ke belakang itu hanyalah sebuah perbuatan menghabiskan waktu, manja. Hanyalah kelakuan melankolis, sentimentil. Kenangan-kenangan itu cuma akan membuat kita menggigil karena sedih, sementara kenangan hanyalah barang mati yang dibuang sayang.

Namun toh kita bisa melihat sendiri, betapa kenang-kenangan begitu laris diperdagangkan. Orang mengejar-ngejarnya dengan wajah penuh harap, bahkan seperti terhibur. Kaset-kaset oldies , radio yang memutar lagu lama, kartu pos tempo dulu, dandanan nostalgia, semua dijual di pasar. Dan, laku.

Otobiografi yang mengaduk peristiwa lama di sebuah kurun waktu hidup seseorang, ditulis, lalu diperbanyak. Orang memburunya. Katanya, “demi pelajaran hidup” .

Restoran dengan desain yang membangkitkan atmosfer suatu masa tertentu, tumbuh di berbagai sudut kota. Tiap malam, atau istirahat tengah hari, orang berduit berdatangan dan memuaskan perasaan nostalgianya disana. Bersama teman, keluarga, atau sendirian sembari melamun.

Lihatlah, reuni pun berlangsung dimana-mana. Reuni SD, SMP, SMU, sampai perguruan tinggi. Panitianya sibuk berat, dan selalu berharap seluruh rekannya bersedia berkumpul lagi, seolah-olah ingin mendirikan kembali kelas mereka yang telah lama bubar karena semua siswanya sudah lulus. Lalu, mereka yang diundang pun menunggu hari H reuni itu dengan ketidaksabaran yang tinggi. Satu sama lain saling menelepon, jika sempat, menanyakan banyak hal: dari keluarga, karir, sampai gaya rambut yang mungkin sudah berubah bentuk.

Toko cinderamata juga tumbuh di sana sini. Dari yang bentuknya sederhana sampai yang canggih punya. Dari yang tradisional sampai yang modern. Dari yang kekanak-kanakan sampai yang dewasa dan elegan. Semua memanjakan sebuah benda untuk dipakai sebagai kenang-kenangan. Suatu benda pemberian yang akan dioper kepada orang lain, dan diharap dapat “berusia panjang”. Orang itu akan selalu ingat dengan yang memberi, begitulah.

Lalu untuk apa semua kenang-kenangan di sekitar kita? Dalam berbagai bentuknya itu, kenang-kenangan memang membuat kita berhenti sebentar dari derap rutinitas kegiatan sehari-hari. Kita lalu menengok ke belakang, semacam introspeksi.

Kenangan itu, betapapun kurang enak dan menyakitkan, memberi pelajaran hidup. Ah, terlalu mengada-ada? Tidak. Kenangan seperti mengaduk lagi patahan-patahan perjalanan kita. Kisah sedih, menyakitkan, pahit, yang bersinggungan dengan teman, sahabat, pacar, saudara, guru, tetangga, dan entah siapa lagi, seolah terangkat kembali.

Kita tercenung untuk menyadari sebuah perjalanan. Dengan itu, kita bersiap jalan kembali, dengan langkah yang lebih kuat. Kenangan memang memberi nafas baru, karena kita menyempatkan diri berhenti sebentar dari sebuah perjalanan.[]

No comments:

Post a Comment