Life been so good so far. Saya sudah mengembalikan ritme hidup seperti semula, sebagai pengangguran purna waktu. Nothing beats the smell of late-noon sunshine after a long-comfy sleep. Saya juga tengah menimbang nimbang untuk ikut ke kampung abah Oktober ini. Selama sebulan.
Menimbang nimbang, lantaran jika saya ikut, ini artinya saya berada dalam kondisi tanpa sinyal ponsel, tanpa sinyal internet dan tanpa listrik di malam hari. Kampung abah terletak di Dusun Seberang, Desa Namun, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tanjung, Provinsi Kalimantan Selatan.
dan saya berkali kali menghela nafas saat mengetahui tempat itu bernama 'dusun'. Iya, ayahku orang dusun. Mau apa heh?!
Dan listrik hanya menyala sampai pukul lima sore yang listriknya bersumber dari PLTD sederhana dekat kantor desa. Kalau malam gelap gulita kecuali satu-dua rumah pemilik tanah yang memiliki harta berlebih untuk membeli bensin untuk menyalakan genset. Dan harga bensin di sana nyaris sepuluh ribu per liter lantaran tempatnya jauh dari peradaban.
Saya sudah membeli dan membongkar buku buku yang saya niatkan untuk dibaca selama sebulan di sana. Buku buku yang tidak pernah sempat saya baca berkat selalu terdistraksi untuk BBM-an, twitteran dan juga, ngeposting hal hal begini di internet. Dan juga nanti jika memungkinkan, saya ingin menulis satu dua tulisan fiksi seperti Wenggini dan Sloan.
Satu bulan tanpa internet adalah tantangan tersendiri buat saya :D
Eviwei, ini sudah September dan sebentar lagi nampaknya saya akan publish tulisan fiksi saya yang berjudul Senja Merah, Wenggini dan Sloan sebentar lagi. Menepati janji yang berbunyi jika sampai akhir tahun saya tidak mendapat tanggapan dari penerbit terkait kiriman naskah saya, maka tulisan itu akan saya bagikan gratis. Juga, akan berhenti bercita cita menjadi penulis karena sepertinya itu bukan bakat alami saya.
Mungkin lebih tepat jika disebut sebagai bakat 'paksaan' karena jujur saja, saat pertama kali mulai membaca dan menulis dulu, tujuan saya adalah ingin membangun impresi bahwa saya anak hebat, cerdas dan berbakat. Walaupun kemudian keterusan jadi suka, tapi saya tidak merasa cita cita itu begitu hebat dan istimewa hingga harus saya kejar sedemikian rupa dan (bahkan) melakukan segalanya demi bisa terwujud.
Walaupun sebenarnya, saya ga tau apa yang menjadi semangat saya menulis 78 halaman legal HVS Senja Merah, kalau bukan 'cita cita'
Mengenai kapan Senja Merah saya publish, nantilah. Masih berkutat dengan bagaimana-caranya-membuat-akun-di-rapidshare. Sepertinya ini saja untuk hari ini. Saya bakal kembali kapan kapan :D
Menimbang nimbang, lantaran jika saya ikut, ini artinya saya berada dalam kondisi tanpa sinyal ponsel, tanpa sinyal internet dan tanpa listrik di malam hari. Kampung abah terletak di Dusun Seberang, Desa Namun, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tanjung, Provinsi Kalimantan Selatan.
dan saya berkali kali menghela nafas saat mengetahui tempat itu bernama 'dusun'. Iya, ayahku orang dusun. Mau apa heh?!
Dan listrik hanya menyala sampai pukul lima sore yang listriknya bersumber dari PLTD sederhana dekat kantor desa. Kalau malam gelap gulita kecuali satu-dua rumah pemilik tanah yang memiliki harta berlebih untuk membeli bensin untuk menyalakan genset. Dan harga bensin di sana nyaris sepuluh ribu per liter lantaran tempatnya jauh dari peradaban.
Saya sudah membeli dan membongkar buku buku yang saya niatkan untuk dibaca selama sebulan di sana. Buku buku yang tidak pernah sempat saya baca berkat selalu terdistraksi untuk BBM-an, twitteran dan juga, ngeposting hal hal begini di internet. Dan juga nanti jika memungkinkan, saya ingin menulis satu dua tulisan fiksi seperti Wenggini dan Sloan.
Satu bulan tanpa internet adalah tantangan tersendiri buat saya :D
Eviwei, ini sudah September dan sebentar lagi nampaknya saya akan publish tulisan fiksi saya yang berjudul Senja Merah, Wenggini dan Sloan sebentar lagi. Menepati janji yang berbunyi jika sampai akhir tahun saya tidak mendapat tanggapan dari penerbit terkait kiriman naskah saya, maka tulisan itu akan saya bagikan gratis. Juga, akan berhenti bercita cita menjadi penulis karena sepertinya itu bukan bakat alami saya.
Mungkin lebih tepat jika disebut sebagai bakat 'paksaan' karena jujur saja, saat pertama kali mulai membaca dan menulis dulu, tujuan saya adalah ingin membangun impresi bahwa saya anak hebat, cerdas dan berbakat. Walaupun kemudian keterusan jadi suka, tapi saya tidak merasa cita cita itu begitu hebat dan istimewa hingga harus saya kejar sedemikian rupa dan (bahkan) melakukan segalanya demi bisa terwujud.
Walaupun sebenarnya, saya ga tau apa yang menjadi semangat saya menulis 78 halaman legal HVS Senja Merah, kalau bukan 'cita cita'
Mengenai kapan Senja Merah saya publish, nantilah. Masih berkutat dengan bagaimana-caranya-membuat-akun-di-rapidshare. Sepertinya ini saja untuk hari ini. Saya bakal kembali kapan kapan :D
tulisanmu menarik, kamu emang bakat menulis. kuyakin novelmu bakal diterbitkan...
ReplyDeletesalam kenal
Salam kenal kembali :)
ReplyDeleteTerimakasih apresiasinya. Sayapun selalu yakin kalau apa yang saya tulis akan diterbitkan. Entah kapan dan dalam wujud seperti apa :D
Salam kenal kembali :)
Terimakasih apresiasinya. Sayapun selalu yakin kalau apa yang saya tulis akan diterbitkan. Entah kapan dan dalam wujud seperti apa :D