PT Meranti Mustika Plywood
Sebuah Kisah Tentang Kejayaan Perusahaan Kayu
Oleh: Rusnani Anwar, Sampit
Meranti Mustika berlokasi di Tanjung Katung (yang sekarang lebih dikenal dengan nama Tanjung Mas), Kecamatan Seranau, Kabupaten Kotawaringin Timur. Lokasinya hanya 15 kilometer perjalanan darat dan l0 menit perjalanan sungai dari kota penulis, Sampit. Awalnya, di tahun 1975, Tanjung Katung terkenal sebagai tempat sawmill (pembelahan kayu), lantas pada tahun 1982, PT Meranti Mustika Plywood (MMP) resmi dibuka dengan Njoto Soenarto menjabat sebagai direktur utama perusahaan kayu yang memiiliki Hak Pengelolaan Hutan (HPH) seluas 46.879 hektar ini. PT MMP mengalami puncak kejayaan di tahun 80-an akhir hingga 90-an awal.
Terdapat dua periode kepemimpinan atas perusahaan ini. PT Meranti Mustika Plywood pada periode 1982-1995, dan PT Industri Kayu Meranti Mustika (IKMM) pada tahun 1995-2003. Luas tanah milik perusahaan ini adalah 104 hektar, membentang sepanjang 5 kilometer Tanjung Katung.
Berdasarkan data Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan tahun 2002, PT Meranti Mustika dinyatakan masih aktif hingga Juli 2001. Aktif dalam artian masih memproduksi kayu, baru kemudian di tahun 2003, produksi kayu lapis perusahaan ini berhenti sepenuhnya lantaran pailit. Jatah Produksi Tebangan (JPT) perusahaan ini sebesar 61.586 m3 per tahun.
Wilayah HPH PT Meranti Mustika Plywood tersebar di berbagai daerah. Nama nama kota kecil seperti Sangai, Kuayan, Keminting, Sebabi hingga Parenggean menjadi tempat dimana bahan baku pabrik pengolahan kayu ini berasal. Sekali datang, ribuan batang kayu yang didominasi oleh jenis Meranti dihanyutkan dari udik (sungai hilir). “Kalau kayu sudah datang, sepertiga lebar sungai Mentaya penuh dengan gelondong kayu,” ujar Rahmadi, dia sempat bekerja sebagai nakhoda togboat dan operator hoest di PT MMP.
Kayu-kayu itu lantas diraup menggunakan mesin hoest (sejenis crane) lalu dimasukan ke areal pabrik untuk dikeringkan menggunakan mesin blower. Semuanya menggunakan mesin otomatis, hanya diperlukan beberapa operator untuk mengoperasikan kenop kenop kendali. Output perusahaan yang mengantongi SK HPH nomor : 1001/kpts-VI/1999 ini adalah plywood. Plywood adalah kayu lapis, hasil olahan kayu di pabrik ini diklasifikasikan berdasar tingkat kualitas. “Grade A dan B untuk ekspor, grade C untuk konsumsi lokal,” tambah Rahmadi.
Kayu-kayu yang masuk disortir berdasar diameternya. Kayu dengan panjang 25 meter ke atas dijadikan bahan baku untuk kayu lapis dan paper overlay. Paper overlay adalah lembaran pelapis yang terbuat dari kayu, bentuknya tipis dan berserat. Sementara sisanya, yang berukuran 25 meter ke bawah, akan diracik dan dijadikan blockboard, semacam papan tebal yang memiliki ketebalan 23-27 mili, biasanya dijadikan bahan pembangunan lantai.
Kayu lapis adalah komoditas terbesar yang diproduksi oleh perusahaan yang kolaps selepas kerusuhan ini. Kayu plywood keluaran perusahaan ini memiliki panjang 8 ft dan lebar 4 ft (kurang lebih 2,44 kali 1,22 meter) . Areal tanah yang dimiliki oleh PT MMP mencapai 109 hektar dengan panjang lima kilometer, membentang di sepanjangTanjung Katung. Perusahaan pengolahan kayu ini memiiliki 5000 bahkan lebih karyawan. Pekerja dibagi menjadi tiga shift, 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, pabrik ini nonstop mengolah kayu.
Areal kerja dibagi menjadi tiga. Perkantoran, gudang logistik dan pabrik pengolahan, kantor berada di bagian tengah, ditandai dengan dermaga kecil tempat karyawan kantor menyeberang. Dua dermaga besar menjadi gerbang untuk dua bangunan yang mengapit perkantoran. Sisi kanan dermaga pabrik, sisi kiri dermaga gudang. Gudang yang terbuat dari kayu itu membujur ratusan meter, disinilah kayu-kayu gelondong yang tiba dan di-hoest ditampung sebelum diangkut ke pabrik. Sedangkan dermaga kanan berfungsi sebagai tempat kapal-kapal besar mengangkut hasil akhir olahan pabrik.
Njoto Soenarto , Sangat Royal Pada Karyawan
Njoto Soenarto (Sunarto Nyoto) adalah warga Singapura yang menjadi warga Indonesia dan berdomisili di Jakarta. Di tangannya, PT Meranti Mustika Plywood berkembang menjadi perusahaan pengolahan kayu terbesar se Kalimantan Tengah. Di mata para karyawan, sosok Sunarto Nyoto adalah seorang yang royal terhadap karyawan.
Ada tiga cabang perusahaan pengolahan kayu milik Sunarto Nyoto yang berdiri di Tanjung Katung. Yaitu PT MMP, PT Kayu Tribuana Rama (KTR) I dan PT KTR 2. Ketiganya bergelut di bidang pengolahan kayu.Yang berbeda adalah hasil produksi. Jika PT MMP menghasilkan kayu lapis, PT KTR I dan II memproduksi sound timber dan moulding. Semuanya kualitas ekspor.
Untuk mengakomodasi 5000 karyawannya, PT MMP membangun perumahan yang berlokasi di Tanjung Katung. Ribuan rumah beratap asbes dan berbahan baku kayu berjejer rapi di bagian utara Tanjung Katung. Fasilitas penunjang lain juga didirikan untuk karyawan. “Soalnya, pak Nyoto menjalankan pesan almarhum ibunya, untuk selalu peduli sama karyawan,” ungkap Sunarti, seorang penduduk yang penulis temui pagi itu di perumahan PT. MMP.
*bekas bangsal kesehatan yang sekaligus berfungsi sebagai posyandu*
Mulai dari sekolah, masjid, posyandu hingga puskesmas berdiri di sudut-sudut perumahan. Semuanya diberikan untuk karyawan kelas tiga pabrik pengolahan kayu. Sementara untuk karyawan kantor, memiliki bentuk rumah yang berbeda. Rumah Ir. Arman, Manager Produksi PT MMP misalnya. Berada di tengah perumahan karyawan, rumah ini dulunya dihuni oleh Ir Arman di tahun 1990-an. Dengan kontur modern dan berstrukstur kayu, kediaman manager ini lekat disebut sebagai ‘rumah insinyur’ oleh warga lokal. Untuk engineer asing, ditempatkan di mess khusus, dekat areal perkantoran. Misalnya mess yang diperuntukkan bagi engineer dari Korea, di sebelah gedung kantor utama.
Edy Susanto adalah contoh lain, ia yang dulu bekerja di bagian logistik ini mengaku merasa sangat nyaman bekerja di bawah pimpinan Sunarto Nyoto. “Mulai dari tunjangan beras, kesehatan, lembur, uang makan, transportasi hingga jatah libur diberikan oleh pak Nyoto,” ujarnya. Namun kemudian, ketika PT MMP sedang jaya-jayanya, tampuk kepemimpian dilimpahkan ke tangan Ir. Tandiono.
Pada era kepemimpinan Ir. Tandiyono inilah, PT MMP mengalami kemunduran, hingga akhirya pada tahun 1995, PT MMP menjual semua asetnya ke tangan PT Industri Kayu Meranti Mustika (IKMM). “Ketika dipimpin oleh Ir Tandiono, jatah, tunjangan, sudah tidak ada lagi,” ungkap Rahmadi.
Hanya berselang enam tahun lepas pindahnya tampuk kekuasaan ke tangan PT IKMM, perusahaan kayu yang beralamat di Jl. Cempaka Putih Tengah II/1 Blok B 5-12 Jakarta inipun kolaps karena terlilit hutang bank pada tahun 2003. Di tahun 1999, luas HPH PT MMP sebesar 46.879 hektar. Jumlah ini lantas menyusut menjadi 33.498 hektar di tahun 2001. Tahun 2007, luas hutan PT Meranti Mustika tinggal 32.491 hektare.
Pukulan bertubi menimpa kerajaan kayu Meranti Mustika. Pertama, adanya konflik etnis di tahun 2001. Mayoritas karyawan pabrik pengolahan adalah suku Madura. “Pas kerusuhan habis karyawannya ngungsi semua,” ujar Edy. Kedua, faktor perizinan, saat itu HPH Meranti Mustika telah habis. Ditambah dengan keadaan perindustrian kayu yang sedang sulit di era 2000-an, PT IKMM menjadi enggan memperpanjang izin HPH mereka. Ketiga, faktor pailit, perusahaan disita bank karena perusahaan tidak mampu membayar pinjamannya.
Apa Yang Terjadi Kini?
Terlilit hutang dengan Bangkok Bank Jakarta pada tahun 2005, membuat PT IKMM harus menjalani sidang di pengadilan negeri Palangkaraya. Seluruh aset, baik bangunan maupun tanah PT IKMM disita oleh pengadilan. Kepala PN Palangkaraya, Partomuan Sihombing, memutuskan untuk mengajukan permohonan lelang ke Kantor Penagihan Piutang Lelang Negara (KP2LN).
Pengajuan lelang dicetuskan karena sebanyak 912 karyawan (yang tercatat) belum menerima uang pesangon. Yang dilelang adalah mesin pengolahan kayu. Pada tahun 2007, PT Tuti Ekspresindo yang bergerak di bidang pembelian limbah, memenangkan lelang dan membelinya seharga Rp 13,5 milyar.
Nasrudin, seorang karyawan PT IKMM mengaku hanya mendapat uang pesangon sebesar Rp 5,5 juta. “Seharusnya, dilihat dari peraturannya, saya dapat Rp 15 juta,” ujar Nasrudin yang berdomisili di Tanjung Katung ini. Total dana yang digunakan untuk membayar pesangon karyawan memakan biaya Rp 5,5 milyar.
Kemudian sejak Oktober 2009 tahun lalu, Bangkok Bank memutuskan untuk membongkar sisa-sisa pabrik. “Saya ditunjuk Bangkok Bank untuk meratakan tempat ini,” ujar H. Rudi Sukamat, pemborong dari Jakarta. Sudah 90 persen bangunan yang diratakan, yang tersisa tinggal area perkantoran dan mess Korea. Begitupun dengan dermaga kiri tempat gelondong kayu diangkut ke dalam gudang logistik. Dermaga besar yang berkonstruksi kayu ini sudah hancur.
*Yang tersisa dari pembongkaran bangunan pabrik kayu*
Sementara gudang logistik dan pabrik pengolahan, sudah rata dengan tanah, besi besi raksasa yang menopang bangunan ini dipilah dan ditumpuk di dermaga kanan, menunggu pembeli. Total 70 pekerja dikerahkan untuk membongkar bangunan yang luasnya mencapai 5 hektar ini. Tanaman rambat liar merangsek disela sela gedung yang sebagian sudah runtuh sejak tahun 2007 itu.
Keadaan ini dikeluhkan oleh pemborong, banyaknya besi yang berserak di lokasi pembongkaran mengundang oknum warga untuk menjarah besi besi tersebut. “Padahal saya sudah bayar ke polres itu, tapi tetap saja ada yang menjarah,” keluh Rudi. Ia memperkirakan lima bulan lagi baru pekerjaannya meratakan Meranti Mustika selesai sepenuhnya.
Saat ini, tidak banyak yang tersisa dari perusahaan ini. Hanya perumahan yang masih bertahan. Itupun sudah banyak yang ditinggalkan penghuninya. Ribuan rumah yang berjejer rapi itu kini hanya dihuni segelintir warga. “Cuma tinggal beberapa puluh kepala keluarga saja yang tinggal disini sekarang,” ujar Sri, seorang guru SMP Meranti Mustika. Tampak rumah-rumah kayu yang telah dihancurkan di sepanjang jalan setapak kompleks perumahan.
Perusahaan yang bangkrut secara otomatis membuat ribuan karyawan kehilangan mata pencaharian. Sebagian mereka memutuskan untuk pindah ke Sampit ataupun bekerja di perusahaan sawit. Kompleks perumahan yang semula ramai berubah menjadi kota mati, sepi sekali. Bangunan puskesmas dan posyandu, sudah hancur, doyong nyaris runtuh. “Dulu, setiap pagi Sabtu, posyandu ini ramai,” ujar seorang warga sambil menunjuk ke halaman gedung posyandu yang sekarang disesaki pohon pisang.
SMP Meranti Mustika sempat memiliki pamor di tahun 1990-an. SMP swasta yang didirikan oleh PT MMP ini kerap berlaga dan menjuara di lomba-lomba baik tingkat akademik maupun atletik. Namun saat ini, gedung SMP yang merangkap SD dan SMK ini sudah nyaris rubuh. Plafon-plafon menjuntai malas, dinding-dinding yang mulai lapuk, jelaga yang bertumpuk di sudut-sudut atap menjadi bukti betapa jauhnya sekolah ini dari pemugaran.
Sama halnya dengan masjid Baiturrahman, masjid yang telah berdiri sejak 1988 ini nyaris tidak pernah diperbaharui. Terakhir bantuan diberikan oleh pemerintah daerah sejumlah Rp 5 juta, itupun hanya cukup untuk memperbaiki sebagian atas masjid yang berlubang lubang dimakan usia. “Masjid ini dulu selalu ramai, ada TK Al Quran juga, tapi sudah tutup,” ujar M. Zainuddin, kaum masjid. Menjelang Magrib, hanya segelintir warga menyambangi masjid ini, kontras dengan keadaan di masa lalu.
***
*Beberapa foto yang saya ambil di Tanjung Mas, Maret silam*
*Terbit untuk Surat Kabar Harian Radar Sampit, 15 Maret 2010
miris banget aku membacanya karena dulu aku pernah sekolah di smp meranti mustika
ReplyDeleteSMP itu apa kabarnya ya sekarang, beberapa tahun lalu saya sempat meliput dan keadaannya nyaris kolaps. Salut sama pak Yos :)
ReplyDeletesaya sallut sekali ada yang menceritakan secara detail tentang meranti-mustika seperti kembali ke lorong waktu dan mengenang memori waktu kecil dulu,,, i love meranti mustika !
ReplyDeleteterimakasih.tahun 2011 saya ke sana dan sudah jauhh dibanding dulu..
Deletesaya spt menemukan kembali sebagian puzzle masa lalu saya tatkala membaca tulisan ini...
ReplyDeletesaya adl perawat dari jawa yg kebetulan diterima bekerja disana, kalau tidak salah dokternya dulu namanya dr citra
ahhhh...byk sekali kenangan disana suka maupun duka, membaca artikel diatas laksana membuka luka lama
saya bisa membayangkan bagaimana 'berkesan'nya momentum perpindahan dari kota sepikuk jawa menuju tempat terpencil seperti itu. sayang saat ini meranti mustika sudah tinggal puing. segelintir masih tinggal di sana tapi ya begitulah. hehe. senang bisa berbagi.
Deletewaaaw, thanks banget @rusnanianwar buat detail kisahnya, kebetulan saya lahir, dan sampe TK sekolah disana, jd saya ingat betul detail rumah rumah jajaran staf disitu, plus dermaga nya, SMP nya ( soalnya nyokap jd guru disana ) kantornya ( bokap beberapa kali ajak ke kantor ), dan pas SD akhirnya pindah ke sampit, tp bokap masih PP sampit-tanjung katung klo kerja, serunya masa kecil, hehehe
ReplyDeleterasanya jadi kangen sama teman-teman saya sewaktu SD dulu soalnyaa saya sempat ngerasain gimana enaknya sekolah di SD meranti mustika, tapi setelah pindah dari SD Meranti mustika jadi nggak pernah ketemu teman2 lagii deeh sampai sekaraang,, :'( maksiih bnyaak yaa @rusnanianwar jdi ber nostalgia rasanyaa
ReplyDeletesaya dulu pernah bekerja disana, kebetulan kantor saya ditengah tenagh antara KTR II dan pabrik MMP,...ada sedikit yg berbeda dari narasi diatas..saat di tangan Pak Tandiono ada masa kejayaannya juga sampai tembus target penjualan kemudian memang setelah itu ada penurunan kembali...dan kita pun tidak akan melupakan masa masa itu...thanks ..semoga bermanfaat
ReplyDelete