Stasiun
dipenuhi gemuruh penumpang yang kian menyemut di muara lintasan. Kereta sudah
terlambat dua setengah jam. Lelaki perempuan mencoba membunuh waktu dengan
pikirannya masing masing. Ada yang melirik arloji berkali kali, ada yang mengeraskan volume pemutar musik yang digenggamnya sedari
tadi.
Petugas
stasiun terbata menenangkan segerombol pekerja yang menanyakan kapan kereta
akan tiba. Senja sudah menggantung, langit sebentar lagi menjadi malam. Satu
dua pekerja tak henti menggedor kaca kubikal penjual karcis. Kereta tak pernah
terlambat selama ini.
“Aneh
ya mbak, pas lebaran aja keretanya ndak sampai begini.”
Gemuruh
suara penumpang yang terlambat keretanya makin menguar nyaring.
Puluhan
orang menyesak di belakang garis polisi. Beberapa dari mereka menyalakan senter
demi bisa melihat apa yang sedang terjadi. Penduduk sekitar lintasan kereta
dikejutkan dengan suara lengking perempuan senja tadi. Suara lengking itu
meningkahi deru kereta yang menjadi rutin bagi mereka.
Seorang
polisi sibuk menyisir semak dan puing puin sampah, tangan kirinya memegang
mangkuk dan tangan kanannya terselip sumpit. Tubuh pemilik lengking itu
terhantam laju kereta hingga hancur. Serpihannya berserak di sekitar lintasan
kereta.
Petugas
polisi lain sibuk mengambil foto, bola mata yang terselip di sela rerumputan.
"Kita tidak mengenal konsep seperti itu Ratri!"
Pria itu menggegas langkahnya
"Ratri!"
"Kita tidak mengenal konsep seperti itu Ratri!"
Pria itu menggegas langkahnya
"Ratri!"
No comments:
Post a Comment