Hari ini saya menemukan setidaknya empat orang memposting “Selamat Ulang Tahun Ayah/Ibu” di twitter dan facebook. Saya langsung teringat pada ibu dan ayah. Keduanya tak memiliki tanggal lahir. Mereka tidak ingat atau memang tak tau kapan mereka dilahirkan.
Keluarga ayah adalah para pekerja yang hidup di desa, tak penting kapan bayi itu dilahirkan, yang penting tumbuh dan bisa berladang. Sementara ibu, adalah anak sulung dari tujuh bersaudara. Nenek mungkin terlalu sibuk hingga tak sempat mengurus surat surat kelahiran, atau mengabadikan tanggal di sebuah kalender di masa lalu.
Yang saya tau, ibu lahir di tahun 1968 dan ayah dua tahun lebih tua. Itupun hasil meraba saat ibu sudah menjelang 40an. Untuk kartu keluarga dan KTP, ibu dan ayah mengarang tanggal lahir mereka. Ibu di 23 Nopember dan ayah sekitar bulan Juli.
Keduanya tak punya marka kelahiran. Tak punya tanggal untuk dirayakan. Sedari kecil kami ketiga anaknya tidak sekalipun berkesempatan merayakan ulang tahun ibu atau ayah. Tidak juga menghambur peluk saat pulang sekolah mengucapkan “Selamat ulang tahun mama “ seperti iklan susu formula di televisi.
Namun sebenarnya, perayaan ulang tahun bukanlah hal lumrah di keluarga kami. Kami dibesarkan tanpa kebiasaan menyantap keik manis dan lilin yang ditiup setiap tahun. Saya hanya ingat perayaan ulang tahun di umur sembilan, saat saya mengenakan gaun hijau dan menangis lantaran tak ada kue. Lalu di umur duabelas, saat kelas satu SMP dan saat lulus SMA.
Ini ditulis untuk membayar keinginan saya untuk merayakan ulang tahun ibu dan ayah. Untuk membayar tahun tahun yang terlewat tanpa ucapan “Selamat ulang tahun” dan perayaan perayaan.
photo was taken here |
Selamat Ulang Tahun abah, Selamat Ulang Tahun, Mama. Kapan kalian dilahirkan bukanlah perkara yang sebenarnya. Itu hanya tanggal dan marka. Bagian terbaiknya adalah saya bisa mengucapkan selamat ulang tahun kepada kalian kapanpun saya mau, sepanjang tahun, berkali kali :D
Sekali lagi. Selamat Ulang Tahun!!
No comments:
Post a Comment