Wednesday, October 26, 2011

Dan Hidup (Harusnya) Berjalan Semudah Itu

Hujan turun seperti ditumpahkan dari bejana surga, tadi sore. Saya terjebak di jalan Ahmad Yani, menepi sambil sesekali menyeka tetesan air yang jatuh di kacamata. Gedung seberang, dipenuhi jejeran orang yang juga berteduh. Tidak jauh, anak anak bermain di kubangan air.

Hujan masih mengguyur hingga setengah jam setelahnya. Wajah wajah dewasa di gedung seberang mulai mengerutkan kening sambil melirik ke arloji masing masing. Yang lain sibuk memainkan ponsel. Entah untuk membunuh waktu, atau sekedar mencari cara untuk tidak mati gaya. Kubangan air kian ramai, nyaris sepuluh anak memekik girang kala hujan kian deras.

Setiap dewasa berwajah masam. Merutuk kecil pada hujan yang turun tiba tiba. Arloji lagi lagi dilirik. Ponsel mulai berdering, satu per satu mulai mengkalkulasi, meraba raba estimasi waktu. Akankah terlambat, masih sempatkah, penat sudah memuncak.

Namun tak satupun beranjak dan menembus hujan.

Saya tersenyum simpul dan membungkus laptop yang saya bawa dengan plastik putih pemberian pemilik rumah yang saya singgahi untuk berteduh. Merapatkan cardigan abu abu saya dan menyalakan motor. Mengendarainya sepelan mungkin, hujan terlampau lebat untuk membersihkan jarak pandang. Saya menuju rumah sambil diam diam bermain hujan.

Adakah yang bisa memberi alasan, mengapa bermain hujan di usia sekarang terasa memalukan?
***

Hmm.. Kabar terbaru dari saya adalah.. Tidak lagi bermain di twitter. Akun @rusnanianwar sudah di-deactivate. Seperti saya yang pernah setiap pulang sekolah mampir warnet demi update status dan nulis testimoni di friendster, begadang tiap malam untuk mendaki popularitas di room metal mig33, dan membeli buku "Cara Membuat Blog" di pasar malam demi membuat blog ini, pada akhirnya twitter telah menjadi satu di antara sekian mainan maya yang saya punya.

Maka layaknya atari, dingdong, gamebot, tamagochi dan mainan lainnya, di suatu waktu saya akan berhenti. Entah lantaran opsi gamebot dari A-Z terasa membosankan, dinosaurus yang saya pelihara di tamagochi terus menerus mati dan mengais receh demi menyalakan ding dong mulai menjemukan.

Blackberry telah menjadi teman yang menyenangkan selama setahun belakangan. Dan saya menjualnya. Kehidupan sosial tengah kacau balau, konversasi bersama teman terus tersela notifikasi. Ditambah, seperti semua orang yang hidup di muka bumi, saya perlu uang.

Bekerja nyaris 20 jam sehari dalam empat jenis pekerjaan berbeda itu rasanya lelah sekali, rupanya :D sekarang hanya sempat mencuri waktu untuk update blog di saat siaran. Semoga nanti, saya menemui diri saya dilanda kangen berat terhadap twitter dan membuat akun baru lagi, suatu saat nanti :)

No comments:

Post a Comment