Monday, February 15, 2016

A Farewell

Sebagai yang gemar menitipkan perasaan pada setiap jengkal kejadian dalam hidupnya, aku agak tertelan blues kecil bernama pindahan. Yep, genap setahun aku ngekos dan meninggalkan rumah Abah. Meskipun sekota dan jarak antara rumah-kosan relatif dekat, tapi selama setahun terakhir frekwensi aku main ke rumah Abah bisa dihitung dengan jari. Bahkan saat lebaran aku menolak pulang dan memilih sendirian di kos dengan alasan bekerja. 

Sudah seminggu lewat sejak barang barang dipak dan dibawa pergi dari kos. Masih ada setengah bulan sewa yang tersisa. Aku sisakan beberapa barang dan baru hari ini main lagi ke kos pas istirahat siang. Men itu satu setengah jam paling reflektif dalam hidup hahaha.

Ada banyak sekali kejadian yang mengubah perspektif dan cara menjalani hidup setahun belakangan. Perkenalan dengan orang orang baru, pertemanan yang sedemikian akrab, persahabatan yang berhenti begitu saja dan satu-dua kejadian yang begitu mengguncang fondasi yang kukira sudah sempurna terbentuk.

Lalu keputusan keputusan dalam mengubah penampilan, untuk berkompromi dan memulai sebuah hubungan, untuk menerima kepahitan kepahitan. Wah umur 23-nya Nani menyenangkan sekali :))) Aku rasa jika keputusan untuk ngekos tidak diambil setahun lalu, mungkin aku tidak akan tiba di titik ini. Ini adalah milestone yang paling sulit kujabarkan. Berkali kali aku menyebutnya sebagai perjalanan. Namun aku sendiri tidak begitu pandai menjaskan perjalanan apa yang sebenarnya kulakukan.

Aku tetap bangun pagi, mandi, gosok gigi, berangkat bekerja, melakoni fungsi sebagai pekerja sebaik baiknya, pulang ke rumah, menyalakan aroma therapy, membaca buku lalu tidur. Tidak ada yang berubah sehingga aku tidak tau apa yang harus kupaparkan sebagai perubahan itu sendiri.

Yang aku tau, aku akan sembuh. Iya, sembuh atas penyakit yang aku tidak tau apa. Aku ceritakan soal ini kepada teman akrab dan kakak kesayangan lalu mereka mengurai pertanyaan pertanyaan baru yang membingungkan. Aku terus diyakinkan bahwa tidak ada yang salah denganku sehingga tidak perlu aku mengambil porsi untuk menyendiri sedemikian sering. Bahwa aku melakoni hidup yang baik dengan pekerjaan baik dan teman serta keluarga yang baik; seolah aku lupa dan tidak pernah bersyukur atas itu. Bahwa aku cantik cerdas lagi memesona sehingga tak perlu aku mengkhawatirkan soal jodoh sebab ada banyak lelaki yang akan jatuh cinta kepadaku di luar sana.

Kamu pernah berfikir soal bagaimana bisa mereka yang telah mengenal kita sekian lama justru terasa sangat asing dan tidak memahami kita? Oh kemarilah, aku bisa menceritakan sebuah dongeng soal itu hingga kamu terkantuk kantuk lalu tertidur atasnya.

Aku selalu bilang I'm an open book, semudah menanyakan "Ada apa?" lalu mendengarkan atau membaca blog yang telah kutasbihkan sebagai semata tempat mengurai gundah dan segenap pikiran sejak bertahun belakangan. Tapi mungkin aku tidak disayangi sebanyak itu untuk diketahui kabar dan isi pikirannya. And that's okay, aku sepenuhnya mengerti tidak semua orang memiliki banyak waktu untuk disiasiakan dengan memerdulikan mereka yang tidak membawa pengaruh apa apa dalam hidupnya, toh?

Now I'm sounds like an attention whore who ranting about "Why nobody's noticed me?"

Eniwei, momentum perpindahan kali ini membawa banyak bliss. Meski ada beberapa kali di hari yang berisik di rumah membuatku berpikir ulang untuk ngekos lagi, tapi aku suka kok. Utamanya lantaran aku bisa menepi dari kesepian kesepian yang kuciptakan sendiri, sebelum kembali ke kebiasaan bengong lalu menangis tanpa tau alasannya apa aku bisa bergegas turun tangga dan ngerecokin adik yang lagi main DOTA atau ngobrol dengan kakak. Lalu kembali ke kamar dengan baik baik saja.

Aku tidak tau bagaimana caranya menjelaskan tentang apa yang sedang kulakukan sekarang, yang aku tau, aku sedang menuju sesuatu.

And that's what makes this life worth living.


Coffee Toffee, 15 Februari 2016
Kepada keinginan untuk terselamatkan perjalanan ini bermuara.

No comments:

Post a Comment