"Pak, tolong saya dan keluarga saya Pak,"
Perempuan itu tersungkur tanpa banyak upaya.
Kepala polisi nyalang, nampaknya sedari tadi ia terantuk antuk menahan kantuk. Sebab tak banyak yang ia lakukan belakangan ini. Kecuali sesekali berpidato dan memimpin upacara. Ia berdehem di sela kumis yang dicukur tipis.
"Mau minta tolong apa, mbak?"
Perempuan yang sedari tadi menunduk kini menatap lurus ke arah kepala polisi. Wajahnya lebam, biru keunguan menggelayut di mata kanan, sementara bekas sundutan -seperti rokok- di pipi kiri yang berakhir pada jahitan di sudut bibir yang nampak masih basah. Tangisnya luruh, perempuan itu tengah menjadi bulan bulanan lelaki yang memperistrinya.
Kepala polisi berderak, seperti ingin batuk namun ditanggalkan. Sementara tangin perempuan itu kian deras hingga menggenangi sebagian teras kantor polisi. Ia tengah memikirkan jawaban paling memuaskan untuk perempuan itu. Dirinya menginginkan peradilan yang tertegak tinggi, apalagi jika menyangkut harkat martabat perempuan, perwujudan dari ibunya sendiri.
"Begini, mbak bisa masuk ke dalam ruangan penyidik yang ada di gedung utara, lalu nanti petugas yang ada di sana akan mencatat setiap aduan mbak secara rinci. Setelahnya, akan dilakukan pengusutan, jika terbukti bersalah, suami mbak akan dijadikan tersangka"
Kepala polisi bergumam gumam, disimpannya kalimat itu dalam hati. Ia tau pasti prosesnya tidak akan segampang itu. Apalagi jika perempuan di depannya bersuamikan petinggi, atau setidaknya, orang kaya yang mampu menggotong pengacara ternama. Akan lama, berbelit serta bukan tidak mungkin jika justru perempuan itu yang akan masuk penjara.
"Atas tuduhan pencemaran nama baik"
Tanpa sadar kepala polisi bersuara.
"Ya, Pak?"
Kepala polisi berdehem
"Ah, bukan apa apa mbak. Begini, coba ceritakan dulu sama saya soal masalah mbak ini"
Meluncur deras kalimat kalimat mengiba dari mulut perempuan yang airmatanya kini sudah semata kaki setiap petugas polisi di kantor itu. Kepala polisi hingga harus berkali kali menegur agar sedu sedan perempuan itu tidak menutupi tutur aduan yang sedang disampaikannya.
Saat matahari kian meninggi dan airmata sudah sedengkul, tangis perempuan itu reda seiring dengan selesainya ia mengadu. Kepala polisi menghela nafas panjang untuk kemudian meminta waktu untuk berpejam dan mencarikan solusi untuknya.
"Benar dugaanku, suaminya seorang petinggi"
Masih bersimpuh, perempuan itu bersuara
"Jadi bagaimana, Pak?"
Di sela hela nafas yang kelewat panjang, kepala polisi berkata
"Begini, mbak bisa masuk ke dalam ruangan penyidik yang ada di gedung utara, lalu nanti petugas yang ada di sana akan mencatat setiap aduan mbak secara rinci. Setelahnya, akan dilakukan pengusutan, jika terbukti bersalah, suami mbak akan dijadikan tersangka"
Perempuan itu beringsut mengenakan sendalnya, sementara airmatanya menguap terpapar matahari, mengkristal layaknya garam.
"Nanti setelah istirahat makan siang"
Kepala polisi lantas terpejam, lalu menggelinding pergi.
Joko susilo yah? Wah, blm aja beres urusan simulator, eh udah maen kdrt-an.. ckckkck
ReplyDeleteGaboleh main fitnah ham. Mainin hatiku aja terus.
Delete